Lihat ke Halaman Asli

Meita Eryanti

TERVERIFIKASI

Penjual buku di IG @bukumee

Merenungi Sistem Pendidikan dengan "Sekolah itu Candu"

Diperbarui: 7 Juli 2019   14:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sekolah itu Candu (dokpri)

...

"Sekolahnya mah gratis. Tapi buku, seragam, sama lain-lainnya kan kudu beli juga," kata seorang ibu yang sedang mengeluh di tukang sayur.

"Lah emang iya," kata ibu yang lain. "Makanya bohong ada sekolah gratis. Belum lagi piknik yang ikut nggak ikut tetep disuruh bayar."

"Iya itu mah parah banget," timpal yang lain. "Kita kan nggak ikut piknik karena nggak punya duit. Kenapa disuruh bayar juga."

...

Sekitar seminggu lagi, anak-anak sekolah yang kemarin liburan panjang mulai masuk sekolah lagi. Sebelum anak-anak masuk sekolah, ibu-ibunya yang sudah heboh terlebih dahulu. Aku jadi teringat dengan buku yang aku baca berjudul Sekolah itu Candu. Dalam buku itu terdapat sebuah tulisan berjudul 'Sekolah dan Perusahaan'.

Yang heboh ketika tahun ajaran baru dimulai bukan hanya para orangtua. Para staf sekolah pun tak kalah hebohnya. Media massa sibuk menyoroti kesibukan para orangtua karena sistem zonasi sekolah. Sekolah pun sebenarnya juga ikut dipusingkan dengan sistem itu. Orangtua mengeluh tentang biaya ini itu yang harus dikeluarkan untuk sekolah, pihak sekolah juga pusing memikirkan anggaran mereka.

Menurut tulisan 'Sekolah dan Perusahaan', sekolah di zaman modern ini dikelola seperti suatu perusahaan. Ya memang benar. Sekolah harus memperhitungkan benar-benar anggarannya secara terperinci dan tepat bila mau terus hidup. Tulisan ini ditulis pada tahun 1983. Perkembangannya sekarang, beberapa universitas negeri kini sudah berbadan hukum. Di akhir masa pensiun kedua orangtuaku yang bekerja sebagai pengajar, mereka wajib absen masuk pukul 7 pagi dan absen pulang pukul 3 sore layaknya karyawan kantor.

Untuk orang-orang yang mendewakan sekolah, aku sarankan untuk membaca buku 'Sekolah itu Candu' karya Roem Topatimasang. Buku ini pertama kali diterbitkan tahun 1998 dengan beberapa tambahan (ada artikel yang ditulis tahun 2005, kok) tapi menurutku masih relevan sampai sekarang. Catatan: edisi buku yang aku baca ini edisi tahun 2010. Edisi yang paling barunya adalah tahun 2018.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline