Lihat ke Halaman Asli

Satrio Pinandito

Abdi Dalem Rakyat

Mosi Integral Anies

Diperbarui: 3 April 2022   14:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosok Mohammad Natsir dalam Pandangan Anies Basewedan. Foto : Youtube Dakho TV

Mosi merupakan sikap  ketidaksetujuan terhadap sebuah peristiwa yang sedang terjadi.Dalam sejarah kemerdekaan Indonesia, kita pernah mengenal apa yang disebut dengan Mosi Integral Natsir yang dilakukan oleh Mohammad Natsir di Parlemen Republik Indonesia Serikat, 3 April 1950.

Tulisan ini saya buat setelah membaca tulisan kawan Dr. Adian Husaini, Ketua Umum Dewan Da'wah Islamiyah Indonesia, Jangan Lupakan 3 April, Hari NKRI.

Mosi itu dilakukan karena Natsir melihat adanya siasat licik pemerintah Belanda yang ingin mengepung NKRI yang diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945.

Belanda ingin mengesankan bahwa NKRI itu hanyalah sebagian Pulau Jawa, Madura dan Sumatera.

Upaya yang dilakukan Belanda adalah membentuk Indonesia menjadi Negara Indonesia Serikat yang merupakan hasil Konfrensi Meja Bundar antara delegasi Indonesia dan delegasi BFO di Yogyakarta, 19 - 22 Juli 1949.

Belanda membentuk BFO yang terdiri dari Negara Dayak Besar, Negara Indonesia Timur, Negara Borneo Tenggara, Negara Borneo Timur, Negara Borneo Barat, Negara Bengkulu, Negara Biliton, Negara Riau, Negara Sumatera Timur, Negara Banjar, Negara Madura, Negara Pasundan, Negara Sumatera Selatan, Negara Jawa Timur dan Negara Jawa Tengah.

Bung Karno pun mengakui apa yang dilakukan oleh Natsir sebagai sebuah gagasan yang hebat, sehingga setelah Mosi Integral itu berhasil, Natsir pun dipercaya oleh Presiden Soekarno sebagai Perdana Menteri.

Bung Hatta pun menyebut ini sebagai Proklamasi Kedua yang secara resmi diumumkan pada tanggal 17 Agustus 1950. Proklamasi pertama tanggal 17 Agustus 1945.

Apa yang dilakukan oleh Natsir ini sejatinya melanjutkan tradisi para tokoh yang mempunyai konsepsi menyelamatkan Indonesia dengan cara - cara yang dibenarkan konstitusi.

Setelah 22 tahun Reformasi, kita menyaksikan betapa kuatnya pembelahan bangsa, reformasi dijarah, pengkhianat reformasi tampil pongah, praktik KKN telanjang dilakukan, keadilan hanya retorika, bangsa telah kehilangan arah, jauh dari cita - cita kemerdekaan Indonesia.

Suasana bernegara menjadi tidak nyaman, sehingga damai hanya menjadi kata-kata indah yang tak semua bisa merasakan. Keadilanpun hanya sebuah mimpi yang sulit didapatkan, hukum tajam ke lawan, tumpul ke kawan. Sehingga hukum pun tebang pilih.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline