Lihat ke Halaman Asli

Dali Budaya

Seranting ringkih tak benalu

Sujang

Diperbarui: 10 April 2025   10:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: ilustrasi pribadi (inspirasi @prabowo.sa)

SUJANG jongkok di bawah selangkangan Ma Ciwis: seorang perempuan yang tengah berdiri menghadapi penjual kerang. Sujang memainkan cangkang kerang yang berjatuhan, menyadari salah satunya masih berdaging. Dari sebalik daster Ma Ciwis, Sujang meraihnya. Sujang menyedot isi kerang. Menjilatinya. Menggeliat lidahnya. Ke kanan, ke kiri. "Hmm... Masin..."

Tapi kemudian ia terpekik. Ia baru menyadari kerang itu masih hidup. Daging kerang menggeliat lincah serupa lidah Sujang yang menari di belakang karang gigi. Meliuk-liuk jijiklah mereka berdua.  Kerang itu meronta dan nyaris menggigit lidah Sujang. Untungnya si kerang tak begitu lama meronta sebab Sujang segera membantingnya ke sebuah batu.

Pecah. Si kerang telanjang tak bercangkang, pun tak bernyawa.

Sujang berhenti bergidik ketika kaki Ma Ciwis menyenggolnya dengan sengaja. 

Perempuan itu masih bercakak mulut dengan penjual kerang. Si penjual kerang, Pa Pandi, begitu heran sebab kerang itu dijual dengan harga wajar. Seandainya si mama ceriwis berasal dari suatu kampung antah berantah dengan kerang terserak percuma di sana, Pa Pandi pastilah boleh paham. Masalahnya, si mama ceriwis adalah Ma Ciwis: bini Pak Kades yang telah menjabat selama dua dekade. Sebagai seorang bini pejabat, terlebih dengan gelang dan kalung emas yang bergelung di lipatan tubuhnya itu, masuk akalkah kiranya ia menawar seorang penjual kerang miskin (yang juga merupakan tetangganya) dengan harga yang tidak ngotak?

Pa Pandi memerah. Ia tak tahan dengan muncung Ma Ciwis yang hanya tahu menyerocos. Tepat sebelum ia melayangkan hujatan balik, seorang penjual ikan tongkol di sebelah mereka duluan berteriak.

"Duitku! Ada tuyuuuul!"

Ma Timbe melengking begitu menyadari seluruh duitnya lenyap. Padahal kantung kresek berisi duit itu terpaku pas di kaki meja. Dan tidak mungkinlah jika seorang dewasa yang memalingnya. Seorang bocah juga terlalu ceroboh untuk menyambar duit di depan pemilik duit itu sendiri. Mutlak sudah, pelakunya adalah tuyul!

Lengkingannya mencuri perhatian. Orang-orang pasar menjadi gempar akan tuyul yang kembali muncul di Talambani. Heboh nian. Itulah ketika Ma Ciwis mundur perlahan, mengendap ke luar dari kawasan ikan, dan berjalan cepat dengan langkah maruk. Sujang yang berada di bawah selangkangannya, tampak kewalahan mengimbangi jalan Ma Ciwis yang mengangkang. Ia mesti berlari kecil-kecil sambil berjongkok. Sujang mengeluh linu. Terlebih, tubuhnya yang kecil itu mesti membopong setompok duit. Aih, linu sekujur tubuh!

***

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline