Lihat ke Halaman Asli

Maya Nur Fadilah

Mahasiswa Teknik Informatika Universitas Islam Negeri Malang

Kinerja Dosen Anjlok?Mungkin Kampus Anda Belum Punya Sistem Ini!

Diperbarui: 4 Mei 2025   20:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gambar dibuat menggunakan DALL-E 

Membangun Budaya Pengetahuan Digital: Evaluasi Kritis terhadap KMS dalam Meningkatkan Kinerja Dosen

Di era disrupsi digital, pengetahuan menjadi aset strategis bagi institusi pendidikan tinggi. Tidak lagi cukup sekadar memiliki dosen dengan gelar akademik tinggi; yang lebih penting adalah bagaimana mereka memanfaatkan, berbagi, dan mengembangkan pengetahuan secara kolektif. Dalam konteks ini, sistem manajemen pengetahuan atau Knowledge Management System (KMS) menjadi instrumen yang menjanjikan. Artikel ilmiah berjudul "Evaluasi Penerapan Knowledge Management System dalam Meningkatkan Kinerja Dosen pada Perguruan Tinggi Swasta di Jakarta" menghadirkan wacana penting yang patut kita kritisi dan refleksikan lebih dalam.

Sebagai pakar dalam bidang Rekayasa Perangkat Lunak (RPL), saya melihat bahwa KMS bukan hanya sekadar sistem informasi, tetapi juga sebuah filosofi kerja kolaboratif yang mengubah cara institusi berpikir dan bertindak terhadap pengetahuan. Artikel ini memetakan tiga komponen utama KMS---perolehan, berbagi, dan pemanfaatan pengetahuan---yang berkaitan erat dengan peningkatan kinerja dosen. Namun, pertanyaannya adalah: apakah sekadar menerapkan KMS cukup untuk menciptakan perubahan yang bermakna?

KMS: Teknologi atau Budaya?

Salah satu kesan kuat dari artikel tersebut adalah penekanan pada proses teknis implementasi KMS. Namun, dalam praktiknya, KMS bukan hanya urusan sistem berbasis web atau database pengetahuan. Lebih dari itu, KMS adalah perubahan budaya. Budaya untuk tidak hanya memiliki pengetahuan, tetapi membagikan dan menggunakannya secara aktif demi kemajuan bersama. Ini adalah tantangan yang sering kali tidak tersentuh dalam banyak studi dan implementasi sistem digital di lingkungan pendidikan tinggi.

Saya sering menyaksikan kegagalan implementasi sistem bukan karena kelemahan teknis, tetapi karena tidak adanya kesadaran dan dukungan budaya organisasi. Dalam konteks artikel ini, data menunjukkan bahwa dosen cukup aktif dalam memperoleh pengetahuan, tetapi berbagi dan pemanfaatannya masih belum maksimal. Ini adalah sinyal bahwa KMS tidak bisa bekerja sendiri tanpa ekosistem pendukung yang mendorong kolaborasi, keterbukaan, dan penghargaan terhadap inovasi.

Dimensi RPL dalam KMS Pendidikan

Pendekatan RPL dalam membangun KMS harus mencakup tiga pilar: desain sistem yang user-centric, integrasi yang adaptif, dan evaluasi berkelanjutan. Sistem yang terlalu kompleks, tidak intuitif, atau hanya formalitas birokrasi justru menjadi penghalang. Sayangnya, artikel ini belum banyak membahas desain sistem atau arsitektur teknologi yang digunakan dalam KMS di perguruan tinggi swasta yang diteliti. Padahal, aspek ini krusial agar sistem benar-benar digunakan, bukan sekadar diimplementasikan.

Kita perlu membangun sistem yang merangsang dosen untuk terlibat, misalnya dengan fitur-fitur gamifikasi, sistem penghargaan digital, atau dasbor analitik kinerja berbasis kontribusi pengetahuan. Platform semacam ini harus terintegrasi dengan sistem akademik yang sudah ada, agar dosen tidak merasa terbebani oleh platform tambahan.

Kinerja Dosen: Paradigma Baru Penilaian

Opini ini juga mengajak kita untuk mengubah cara menilai kinerja dosen. Tradisionalnya, kinerja diukur dari jumlah SKS, publikasi ilmiah, atau kehadiran dalam kelas. Namun dalam konteks KMS, kontribusi pengetahuan---seperti berbagi materi ajar, menulis blog ilmiah, menjadi narasumber internal, atau mengembangkan perangkat pembelajaran digital---seharusnya juga dihargai. Sistem penilaian kinerja harus berevolusi seiring dengan cara kita mengelola pengetahuan.

Artikel tersebut dengan tepat menyoroti bahwa pemanfaatan pengetahuan yang sudah ada belum maksimal. Ini mengindikasikan bahwa sistem insentif, pelatihan, dan pemahaman mengenai KMS belum sepenuhnya terbangun. Dalam desain RPL, selalu menekankan pentingnya user onboarding yaitu proses edukasi dan pelatihan berkelanjutan bagi pengguna sistem agar mereka memahami manfaat nyata KMS bagi pekerjaan mereka.

Menuju Kampus Berbasis Pengetahuan

Membangun kampus berbasis pengetahuan bukanlah pekerjaan satu atau dua tahun. Ini adalah proses transformatif yang membutuhkan kepemimpinan yang visioner, sistem yang adaptif, dan komunitas akademik yang berorientasi pada kolaborasi. KMS harus menjadi bagian dari strategi institusional, bukan sekadar proyek teknologi.

Artikel ini memberikan fondasi awal yang baik, tetapi masih terbatas pada evaluasi deskriptif. Mendorong adanya studi lanjutan yang menggunakan metode kualitatif atau kombinasi kuantitatif-inferensial untuk menggali lebih dalam motivasi, hambatan, dan strategi penguatan budaya KMS di lingkungan kampus. Terlebih lagi, perlu ada kolaborasi antara pakar pendidikan, pengembang sistem, dan pemangku kepentingan kampus untuk bersama-sama merancang ekosistem KMS yang berkelanjutan.

Referensi 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline