Lihat ke Halaman Asli

Mawan Sidarta S.P.

TERVERIFIKASI

Penyuka traveling, Pemerhati sejarah (purbakala) - lingkungan - masalah sosial - kebudayaan, Kreator sampah plastik

Duhai "Jamu", Kau Dicela Kau Disayang

Diperbarui: 4 April 2021   05:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bahan jamu dari rimpang atau herbal berkhasiat yang dikeringkan (Dokumentasi Mawan Sidarta)

Sebagian orang tua zaman dulu atau bahkan sekarang (mungkin masih ada), kalau menakut-nakuti anaknya tak jarang mengancam dengan berkata "awas lho yo, nek nakal-nakal tak cekoki jamu (awas lho kalau nakal saya suruh kamu minum jamu).  

Saya sendiri juga masih ingat tatkala kala itu almarhumah ibunda kami menegur dengan kalimat "ati-ati kowe nek sik nakal engko tak jamoni"(awas kalau kamu masih nakal nanti dikasih minum jamu). Dengan warning kalimat seperti itu serta merta kami hentikan perbuatan nakal tersebut. 

Benda bernama "jamu" yang nota bene rasanya pahit itu seolah menjadi sesuatu yang menakutkan. Dan uniknya, setelah kata jamu dilontarkan, anak-anak tak terkecuali kami yang masih kecil kala itu menjadi jera untuk tidak lagi mengulangi perbuatan itu.  

Jamu bagi anak-anak (mungkin juga sebagian orang dewasa) ibarat cemeti he..he..he.. . Cemeti (cambuk) bukan sembarang cemeti lho, melainkan Cemeti Amarasuli milik Sembara, sang tokoh digdaya sakti mandraguna (protagonis) yang menjadi musuh bebuyutan Mak Lampir (antagonis) dalam serial Misteri Gunung Merapi. 

Tapi bagi sebagian orang lainnya, jamu justru dianggap "tonikum" yang berkhasiat (ampuh) sekali, karena setelah meminumnya dan dilandasi oleh rasa sangat percaya (sugesti) akan keampuhan (kemanjuran / kemujaraban) jamu maka badanpun menjadi bugar dan sehat kembali. 

Penjual jamu dari herbal berkhasiat dan rimpang yang dikeringkan (Dokumentasi Mawan Sidarta)

Jadi tambah ngelantur aja nih, dalam penggalan lagunya Mbakyu Waldjinah mengatakan :

E jamu..jamune. Cabe puyang awak meriang biso ilang.
E jamu..jamune. Jamu kates awak etes sak lawase.
E jamu..jamune. Beras kencur awak kujur dadi mujur. 

Sebelum marak tablet obat kimia yang dijual bebas di pasaran, dulu jamu juga sempat berjaya. Bahkan kala itu sempat berjimbun toko (depot) jamu. Pernah kan kita dengar ada depot jamu Sido Muncul, depot jamu Nyonya Meneer, depot jamu Cap Jago, depot jamu Iboe, depot jamu Sehat dan masih banyak lainnya dengan nama yang beragam. 

Biasanya nih, ciri khas bangunan toko atau depot jamu dicat bermotif kotak-kotak dengan warna-warna cerah seperti merah, kuning atau hijau. Selain itu juga ada gambar pendiri perusahaan atau cap (simbul) jamu itu. 

Jamu yang dijual di pasaran bisa berupa serbuk (powder) dalam sachet, cairan (jamu gendong) atau irisan rimpang, bahan rempah dan biji-bijian yang sudah dikeringkan. 

Sayangnya pamor jamu sempat tercoreng gegara ada oknum yang mencoba mencampurkan jamu asli herbal berkhasiat dengan obat-obat kimia tertentu sehingga jamu dalam kemasan sachet tadi diyakini "ces pleng"(manjur) padahal setelah diuji di laboratorium terbukti mengandung bahan obat kimia. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline