Lihat ke Halaman Asli

Ahmad Indra

TERVERIFIKASI

Swasta

Menyoal Hubungan Paha dan Politik

Diperbarui: 7 September 2020   06:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto Risamedia.com

Paha dan politik, apa hubungannya coba? 

Jangankan Orang Dewasa, Upin pun Suka Paha

Saat pergi ke penjual ayam goreng tepung, saya kerap menggunakan sebutan "ayam Upin Ipin" untuk menyebut paha bawah. Ikut-ikutan si bocil yang nampak lebih familier dengan sebutan itu daripada "paha". 

Dalam pikiran seorang bocah, kata "paha" tak akan menimbulkan persepsi macam-macam alias bermakna tunggal, denotatif dan definitif. Berbeda dengan hal yang muncul di benak bapak-bapaknya yang sudah memiliki kosakata nan beranak pinak. 

Kata "paha" bagi +17 tahun bisa diartikan sebagai obyek yang sewajarnya dan bisa juga dimaknai sebagai sebuah kata yang mengarah ke suatu hal tertentu. Extended version ceritanya. 

Yang sewajarnya itu ya seperti yang dikatakan oleh Upin ataupun Ipin itu. Sedangkan yang extended version diantaranya bisa dikaitkan dengan ketertarikan seseorang terhadap lawan jenisnya sebab organ satu itu bagai magnet yang begitu kohesif terhadap penglihatan. 

Apalagi jika kata itu dilekatkan dengan kata menerangkan berupa mulus, jenjang, padat berisi dan yang sejenisnya. 

Disimpan atau Dibuka hayoo..

Beberapa kali terpantau dalam acara Talk Show di televisi, seorang tamu yang mengenakan bawahan mini terlihat nggak nyaman dengan posisi duduknya. Ia seperti berusaha untuk menutupi sesuatu yang tidak bisa ditutup oleh roknya yang mungkin hanya 22,5 cm panjangnya itu. Mungkin ia sedang berusaha untuk tidak disensor karena terlalu terbuka. Sayang to, sudah repot-repot show off tapi kok disensor. Atau mungkin karena hal lainnya. Entahlah.

Yang jelas hal itu bagi saya jadi mengaburkan batasan mana yang bisa dipertontonkan dan mana yang tidak. Bukan batasan yang terkait dengan dogma reliji namun batasan dari si pelaku sendiri. Sebut saja namanya Mawar. Kalau mau, mbok ya jangan nanggung-nanggung. Orang sini kan nggak suka yang nanggung-nanggung, begitu kata Mbah Mijan.

Kerapnya fenomena itu muncul di permukaan lalu melahirkan sebuah kaidah yang disebut "dilihat dosa nggak dilihat barang bagus". Sebuah tema simalakama yang sebenarnya keimanan bisa menentukan mana yang dipilih namun kadang penglihatan seolah tidak mau diajak kerjasama. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline