Lihat ke Halaman Asli

Aspek Hukum atas Sikap Netralitas Pemilu bagi Tenaga Honorer

Diperbarui: 10 Februari 2024   16:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Input sumber: ghttps://kirka.co/tenaga-honorer-di-lampung-seharusnya-netral/ambar

Aspek Hukum Atas Sikap Netralitas dalam Pemilu bagi Tenaga Honorer

Pesta demokrasi Pemilu Tahun 2024 yang akan diselenggarakan beberapa hari lagi, yakni tanggal 14 Februari 2024 membuat antusias masyarakat Indonesia dalam berpartisipasi. Tentunya guna menentukan arah kebijakan pemerintahan selama 5 tahun ke depan serta menghasilkan pemimpin yang memiliki orientasi membangun demokrasi bersih.

Bagi pemimpin yang memiliki orientasi tersebut, secara otomatis kebijakan-kebijakan yang dihasilkannya akan mengutamakan kepentingan warga Masyarakat, bukan kepentingan pribadi atau golongan. Dalam mewujudkan demokrasi yang bersih salah satu cara yang digunakan adalah menempatkan birokrasi pada posisi netral. Birokrasi yang dimaksud yaitu netralitas pegawai pemerintah yang merupakan bagian penting dalam birokrasi.

Netralitas pemerintah dalam hal ini adalah pegawai birokrat yang bekerja di dalamnya, memiliki peranan penting dalam pemerintahan. Hal ini dapat dipahami bahwa birokrasi adalah 'pelayan' dalam memberikan pelayanan secara adil dan menyeluruh kepada Masyarakat. Maka sudah sepantasnya pegawai birokrat dituntut untuk bersikap tidak memihak atau tidak menggunakan sikap politiknya secara terbuka.

Tugas yang diemban pegawai birokrat sebagai pihak yang memberikan pelayanan kepada Masyarakat, berlaku pula bagi tenaga honorer. Tenaga honorer merupakan pihak yang membantu aparatur sipil negara (ASN) dalam mewujudkan tugas -- tugasnya dalam melayani masyarakat. Sebagai tenaga honorer yang diangkat melalui perjanjian kerja, dibiayai anggaran negara melalui APBD, tentunya tunduk pada aturan yang berlaku. Sehingga dalam hal ini sebagai tenaga honorer juga berlaku aturan terkait pemilu, yakni bersikap netral.

Aturan mengenai tenaga honorer terdapat dalam Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999. Yang disebut sebagai tenaga tidak tetap. Hal tersebut dicantumkan pada Pasal 2 ayat (3), yang dalam penjelasannya dinyatakan bahwa "pegawai tidak tetap adalah pegawai yang diangkat untuk jangka waktu tertentu guna melaksanakan tugas pemerintah dan pembangunan yang bersifat teknis profesional dan administrasi sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan organisasi. Pegawai tidak tetap tidak berkedudukan sebagai Pegawai Negeri."

Tenaga honorer memiliki posisi strategis sebab diangkat oleh ASN melalui perjanjian kerja, dengan tujuan membantu ASN dalam memberikan pelayanan kepada Masyarakat. Namun dalam kenyataan yang terjadi, sistem penerimaan tenaga honorer yang dilakukan, sering kali tidak berdasarkan tujuan yang jelas atas kebutuhan birokrasi. Bahkan dalam penerimaan atau perekrutannya, didasari oleh kepentingan politis maupun nepotisme.

Menurut ketua Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) Agus Pramusito mengatakan bahwa keberadaan tenaga honorer tidak boleh dipolitisasi untuk pemenangan suara jelang tahun politik. Hal tersebut disebabkan jika dibandingkan dengan posisi ASN, tenaga honorer sangat rentan terhadap intervensi. Oleh karenanya Agus Pramusito meminta agar setiap pejabat di lingkungan pusat maupun daerah untuk memperhatikan kompetensinya masing-masing. Hal tersebut demi menjaga kinerja tenaga honorer agar tetap profesional.

Guna menegakkan kewajiban netralitas pemilu bagi tenaga honorer, Menteri Pendayagunaan dan Reformasi Birokrasi (MENPANRB) mengeluarkan Surat Edaran MENPANRB Nomor 01 Tahun 2023 yang mengatur pembinaan dan pengawasan netralitas Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri (PPNPN) sebagai pedoman bagi Pejabat Pembinaan Karir (PPK) atau pejabat yang berwenang (Pyb) yang berada di Kementerian/Lembaga (K/L) yang berada di pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Kebijakan atau Beleid ini memiliki tujuan yakni menciptakan Tenaga Honorer atau PPNPN professional dan netral sekaligus menciptakan iklim pemilu yang berkualitas.

Isi dari Beleid tersebut yakni adanya mulai dari sosialisasi dalam berbagai bentuk media baik tatap muka maupun melalui sosial Media tentang pentingnya menerapkan sikap netralitas pada tenaga honorer agar tercipta iklim pemilu yang kondusif, kemudian adanya pengawasan dan kewenangan dalam hal tindak lanjut dugaan pelanggaran netralitas tenaga honorer serta pemberian sanksi sesuai tingkatan bahkan sampai melakukan pemutusan hubungan kerja sesuai perjanjian kerja serta bentuk pelanggaran netralitas yang berlaku bukan hanya ASN saja tetapi tenaga honorer sesuai ketentuan berlaku.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline