"Ijazahnya asli, tapi orangnya palsu." Kalimat ini dilontarkan oleh Rocky Gerung, sosok yang kerap disebut sebagai filsuf publik Indonesia, dalam salah satu podcast Hendri Satrio Official yang kembali membicarakan isu ijazah Presiden Joko Widodo.
Pernyataan tersebut sontak menarik perhatian, bukan hanya karena muatannya yang provokatif, tetapi karena datang dari seseorang yang dikenal sebagai pengamat tajam sekaligus penggoda akal sehat publik.
Namun, ketika kalimat ini tak diikuti penjelasan argumentatif yang memadai, pertanyaan pun muncul: Apakah pernyataan Rocky ini mengandung logika yang benar? Apakah ini sungguh refleksi filsafat atau sekadar permainan retorika yang mengaburkan substansi? Apakah kita sedang diajak berpikir kritis atau malah sedang diseret dalam jebakan absurditas?
Artikel ini mencoba membedah dan menilai logika di balik pernyataan Rocky Gerung secara objektif, kritis, dan komprehensif.
---
Ijazah Asli, Orangnya Palsu: Antara Kritik dan Karikatur
Pernyataan Rocky, "Ijazahnya asli, tapi orangnya palsu," secara linguistik bersifat paradoksal dan hiperbolik. Dalam tradisi retorika, kalimat ini termasuk ke dalam oxymoron --- dua hal yang tampak bertentangan tapi diletakkan berdekatan untuk menimbulkan efek dramatik atau reflektif. Namun dalam logika argumen, kalimat ini mengalami problem serius karena mencampur dua ranah berbeda: ranah hukum-administratif dan ranah moral-eksistensial.
Ijazah adalah dokumen administratif yang mengonfirmasi pencapaian akademik seseorang. Jika ijazah Jokowi asli --- yang bahkan sudah ditegaskan oleh Universitas Gadjah Mada, Kementerian Pendidikan, dan berbagai lembaga hukum --- maka tuduhan bahwa Jokowi palsu sebagai pribadi membutuhkan argumen terpisah yang berdiri sendiri. Sayangnya, Rocky tak memberikan argumen tersebut.
Dalam logika kritis, ini disebut sebagai logical leap --- sebuah lompatan asumsi yang tidak ditopang oleh penjelasan yang memadai. Pernyataan seperti ini bisa menyusup sebagai non sequitur (kesimpulan yang tidak mengikuti premis), atau bahkan poisoning the well, yaitu mendiskreditkan seseorang sejak awal dengan tuduhan tak terverifikasi, sehingga semua tindakannya tampak mencurigakan sejak awal.
---
Filsafat atau Retorika Kosong?
Bila kita memakai kacamata filsafat --- terutama filsafat eksistensial atau kritik ideologi --- pernyataan "yang palsu adalah Jokowi" mungkin bisa dimaknai sebagai kritik terhadap keotentikan seseorang dalam menjalankan perannya sebagai pemimpin rakyat. Rocky bisa saja sedang mencoba menggugat keaslian niat, tindakan, atau prinsip seorang Jokowi dalam membela rakyat kecil, sebagaimana janji-janji kampanyenya dahulu.
Namun masalahnya, dalam dunia filsafat pun kritik semacam ini harus dibangun secara metodologis dan rasional. Filsuf besar seperti Socrates, Nietzsche, maupun Camus tidak berhenti pada provokasi, tetapi membuka ruang dialog, dialektika, dan pencarian makna yang otentik melalui argumentasi yang jernih.