Lihat ke Halaman Asli

Marius Gunawan

Profesional

Setelah 22 Mei, Klaim sebagai Presiden adalah Kejahatan

Diperbarui: 20 Mei 2019   07:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber gambar: detik.com

Saat ini boleh saja mengklaim sebagai pemenang Pilpres dan mengakui sebagai presiden, tapi batasnya hanya sampai tanggal 22 Mei 2019. 

Jika setelah tanggal tersebut, setelah diumumkan oleh KPU siapa pemenang Pilpres, maka jika yang kalah tetap ngotot mengaku menang, maka bisa dituntut sebagai kejahatan. 

Pernyataan ini disampaikan oleh ahli tata negara Yusril Ihza Mahendra.

"Dalam perspektif hukum tata negara (mengklaim sebagai presiden) adalah inkonstitusional dan secara hukum pidana adalah kejahatan terhadap keamanan negara," kata Yusril dalam siaran tertulisnya, Minggu, 19 Mei 2019.

Menurut Yusril, KPU adalah satu-satunya lembaga konstitusional yang berwenang menyatakan pasangan mana yang memenangkan Pilpres 2019 berdasarkan hasil final penghitungan suara. 

Tidak ada lembaga lain yang pihak, termasuk pasangan calon, menyatakan pasangan mana yang memenangkan Pilpres 2019. "Kewenangan itu sepenuhnya ada pada KPU."

Pernyataan ini sangat penting karena menyangkut kepastian hasil Pilpres 2019. 

Nampaknya hal di atas disadari oleh kubu Prabowo. Karenanya mereka mengkonsentrasikan protesnya pada tanggal 22 Mei. 

Jika benar kubu ini tidak mau membawa bukti kecurangan kepada MK, maka secara resmi, seturut undang - undang, MK akan mengumumkan presiden mendatang pada tanggal 25 Mei 2019.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline