Lihat ke Halaman Asli

Margaretha

A passionate learner - Ad Astra Abyssoque.

"New Normal" Setelah Krisis Pandemi

Diperbarui: 6 Mei 2020   21:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dokumen pribadi | Pasar Victoria kosong selama total shut down di Melbourne.

Selain berupaya bertahan dalam masa krisis ini, muncul juga pikiran "apakah yang kelak terjadi setelah pandemi ini?"

Tidak ada yang tahu pasti kapan pandemi global ini akan berakhir. Tapi, toh, harapan berakhirnya pandemi ada di benak kita.

Kita masing-masing bertanya, "Jika tidak semua hal akan kembali ke sediakala, maka perubahan apa yang perlu diantisipasi?” Bisa terjadi banyak perubahan yang melahirkan new normal di berbagai konteks, namun tulisan ini akan fokus mengulas new normal pada konteks psikologis setelah krisis COVID-19. 

The new normal atau normal baru sering digunakan untuk menggambarkan kondisi setelah krisis. Istilah ini ingin menjelaskan bahwa apa yang sebelumnya dianggap tidak biasa/abnormal bisa berubah menjadi hal yang dianggap normal setelah krisis. 

Awalnya, istilah ini digunakan banyak di dalam bidang ekonomi dan bisnis. Namun, pada saat ini, new normal digunakan untuk menjelaskan keadaan setelah terjadinya perubahan besar/dramatis. Serangkaian pola lama yang telah biasa dilakukan akan tergantikan dengan pola baru yang tidak diduga sebelumnya. 

Melihat pandemi global COVID-19 ini, rasanya kita tidak akan kembali ke kondisi kita seperti masa sebelum krisis. Justru, kita belajar menggunakan pengalaman menghadapi pandemi ini untuk membangun pola-sistem baru yang akan menjadi panduan perilaku kita setelah krisis ini.

Ketika krisis mentransformasi abnormal menjadi normal! 

Secara psikologis, berikut beberapa new normal yang saya bayangkan dapat terjadi di masyarakat kita setelah krisis pandemi.

1. Sikap komunal: peka dan peduli terhadap orang di sekitar

Kepekaan ini bukan hanya untuk orang terdekat, tapi juga termasuk orang yang lemah di sekitar kita, lawan atau pun orang yang berbeda dari kita.

Hal ini lahir dari sikap komunal, yaitu ketika orang fokus pada "kita" bukan hanya mengandalkan "saya".

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline