Lihat ke Halaman Asli

Muhamad Mardiansyah

Mahasiswa ilmu komunikasi

Perfeksionisme dan Kecemasan pada Usia Dewasa

Diperbarui: 26 Mei 2025   21:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Perfeksionisme merupakan suatu konstruk psikologis yang menggambarkan kecenderungan individu untuk menetapkan standar yang sangat tinggi dan seringkali tidak realistis terhadap diri sendiri. Pada usia dewasa, perfeksionisme dapat berfungsi sebagai faktor predisposisi yang meningkatkan risiko terjadinya gangguan kecemasan. Hal ini disebabkan oleh tekanan psikologis yang intens akibat ketakutan akan kegagalan serta kekhawatiran terhadap evaluasi negatif dari lingkungan sosial.

Secara klinis, perfeksionisme sering dikaitkan dengan pola pikir dikotomik, yaitu kecenderungan memandang segala sesuatu secara hitam-putih, di mana segala sesuatu harus berjalan sempurna tanpa adanya ruang untuk kesalahan. Standar yang tidak realistis ini menyebabkan individu rentan mengalami perasaan bersalah dan kegagalan, meskipun telah berupaya maksimal. Kondisi tersebut dapat memicu timbulnya kecemasan yang berlebihan, yang apabila berlangsung secara kronis, berpotensi mengarah pada gangguan kecemasan umum (generalized anxiety disorder) maupun burnout.

Dari sudut pandang psikologi perkembangan, perfeksionisme pada usia dewasa sering kali berakar dari pengalaman masa kanak-kanak yang membentuk konsep diri (self-concept) yang mengaitkan harga diri pada pencapaian dan pengakuan eksternal. Oleh karena itu, intervensi yang efektif dalam mengurangi dampak negatif perfeksionisme perlu melibatkan strategi penerimaan diri (self-acceptance) serta restrukturisasi kognitif untuk menurunkan standar yang tidak realistis.

Studi Kasus:

Sebagai ilustrasi, seorang wanita dewasa berusia 30 tahun yang bekerja sebagai manajer proyek menunjukkan perfeksionisme tinggi dengan menetapkan standar kerja yang sangat ketat dan menganggap ketidaksempurnaan sebagai kegagalan. Kondisi ini memicu kecemasan berlebihan, gangguan tidur, dan kelelahan emosional yang mengganggu kualitas hidup dan kinerja. Melalui terapi kognitif perilaku, subjek berhasil mengidentifikasi pola pikir dikotomik dan menurunkan standar yang tidak realistis, sehingga tingkat kecemasannya menurun dan keseimbangan psikologisnya membaik.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline