Lihat ke Halaman Asli

Maman Abdullah

Pengasuh Tahfidz | Penulis Gagasan

Kalau Mau Mengabdi, Ya Jangan Minta Digaji

Diperbarui: 3 September 2025   12:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

riauaktual.com

Saya baru saja baca tulisan Tere Liye. Dan sumpah, kali ini saya angkat topi. Isinya: pejabat publik itu harusnya nggak usah digaji. Lah, betul juga kan?

Coba lihat sejarah. Nabi Muhammad ﷺ jadi kepala negara nggak digaji. Para khalifah setelah beliau pun nggak digaji. Gubernur, wali kota, bupati zaman itu juga nggak digaji. Kalau ada yang miskin, ya dikasih tunjangan secukupnya buat makan sama biaya operasional. Jadi jelas: jabatan publik itu pengabdian, bukan lowongan kerja bergaji tinggi.

Realita Pejabat Kita

Nah, bandingkan dengan Indonesia tercinta ini. Pejabat publik kita bukan cuma digaji, tapi double job. Duduk manis jadi komisaris BUMN atau BUMD. Dapat gaji bulanan, dapat tunjangan, dapat tantiem miliaran rupiah.

Kerjanya apa? Ya paling rapat sebulan sekali. Kadang rapat pun titip absen. Nggak ada kerja teknis, tapi fasilitasnya kelas sultan. Dari mobil dinas, rumah dinas, kartu kredit dinas. Sampai rakyat bingung: ini pejabat mau mengabdi atau mau jadi crazy rich?

Ada Teladan di Sekitar Kita

Nah, inilah poin menarik dari tulisan Tere Liye. Ia tidak pernah menyebut nama organisasi itu, dan ia sendiri menegaskan: dia bukan anggota organisasi tersebut.

Saya pun sama. Bukan anggota. Hanya saja sejak kecil hingga kini saya belajar dan bergaul akrab dengan banyak orang di dalamnya, sehingga mudah menebak organisasi yang dimaksud. Apalagi di kolom komentar tulisan Tere Liye, banyak juga yang langsung menyebut nama organisasi itu dengan gamblang.

Organisasi ini punya aset tembus Rp450 triliun, ribuan sekolah, kampus, rumah sakit. Tapi elit pengurusnya? Tidak digaji.

Yang digaji itu dosen, rektor, guru, dokter, karyawan. Tapi begitu naik ke level pengurus pusat dan daerah, justru nol gaji. Mereka malah keluarin duit, tenaga, dan pikiran buat organisasi.


Dan apakah gara-gara nggak digaji lalu korupsinya jadi menggila? Nggak tuh. Nyaris nggak terdengar. Budaya kritisnya malah sehat. Kalau ada honor kelewat gede, internalnya bisa ngerasani bareng-bareng. Transparan. Asik, kan?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline