Lihat ke Halaman Asli

"Aku Seorang Lesbian"

Diperbarui: 25 Juni 2015   08:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Namaku RA, aku seorang perempuan karena aku mempunyai alat kelamin vagina. Aku diperankan oleh masyarakat sebagai perempuan. Penampilanku tomboy, tapi aku lebih suka dipanggil dengan panggilan perempuan. Aku menyukai sesama jenis. Aku seorang lesbian.

Demikian pengakuan salah seorang peserta diskusi tentang seksualitas beberapa waktu lalu di sebuah LSM. Tidak semua orang dapat menyampaikan isi hatinya terkait dengan orientasi dan indentitas seksualnya.

Masyarakat terkadang terlalu cepat mengambil kesimpulan hanya dengan melihat penampilan dari seseorang. Misalnya, ada seorang laki-laki yang berpenampilan lemah gemulai, halus dan berpenampilan rapi, wah dia seorang bencong dan pasti menyukai sesama jenis. Contoh lain, ada seorang perempuan yang berpenampilan maskulin, berani, gagah, suka bertualang, rambut cepak dan sebagainya belum tentu dia seorang lesbian.  Kita baru tahu dia seorang lesbian ketika dia mengakui dirinya seorang lesbian.

Menunda kesimpulan sebelum ada pengakuan langsung dari orang yang kita duga sebagai gay, lesbian atau apa pun akan sangat membantu kita agar tidak terjebak pada kesalahan penilaian dan respon kita kepada orang lain.

Lesbian hanya salah satu dari sekian banyak orientasi seksual yang ada pada manusia. Dalam kehidupan nyata, ada banyak orientasi seksual yang dimiliki manusia. Namun demikian, hanya sedikit orang yang punya keberanian untuk mengidentifikasikan dirinya sesuai dengan apa yang ada dalam dirinya.

Lesbian dan orientasi seksual selain yang hetero masih dianggap abnormal oleh norma masyarakat dan agama. Lalu bagaimana dengan pandangan tentang kesehatan jiwa? Kalau kita mengacu pada buku panduan para psikiater dan para psikolog, DSM-IV TR, gay dan lesbian ini sudah sejak lama dikeluarkan dari buku tersebut. Artinya gay-lesbian bukan merupakan suatu gangguan kejiwaan atau mental.

Mengapa demikian? karena sesuatu dianggap abnormal/menyimpang, salah satunya,  bila jumlahnya sedikit.  Dalam kenyataannya,  kaum homoseksual dari tahun ke tahun semakin meningkat, terutama di kota kota besar. Kondisi inilah yang menjadi salah satu dasar DSM (Diagnostic and Statistical Manualof Mental Disorders) untuk menentukan normal tidak normalnya homoseksual.

Namun demikian, dalam masyarakat, standar norma masyarakat tidak hanya mengacu pada DSM yang bisa berubah sesuai perkembangan zaman, tetapi mengacu juga pada standar norma agama yang tetap. Oleh karenanya, persoalan homoseksual ini masih menjadi isu sensitif di masyarakat.  Semoga ke depan ada solusi terbaik pada persoalan ini.  Dengan kita  menghormati satu sama lain sebagai manusia ciptaan Tuhan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline