Lihat ke Halaman Asli

M. Ali Amiruddin

TERVERIFIKASI

Penulis Biasa

Terkait Warung Tetangga yang Paradoksal

Diperbarui: 19 April 2018   09:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

(suaramuhammadiyah.id)

Pada saat ini, lagi digencarkan dengan slogan "Ayo berbelanja di warung tetangga" yang tujuannya untuk menggiatkan pertumbuhan warung tetangga yang notabene milik rakyat kecil.

Berbeda dengan toko modern kebetulan banyak yang dikelola oleh pengusaha-pengusaha retail yang bermodal besar. Karena semakin tergerusnya warung "kecil" milik tetangga ini, maka gerakan berbelanja di warung tetangga kini digiatkan kembali. Harapannya bisa menstimulus  pertumbuhan warung-warung kecil hingga terus berkembang semakin baik lagi.

Oleh karena itu, sebagai masyarakat yang baik, tentu mendukung gerakan ini. Sebagai wujud memberikan kesempatan warung-warung kecil bisa bertumbuh menjadi maju dan tidak tergerus oleh pusat perbelanjaan yang modern dan bermodal besar.

Banyak orang ingin melihat tetangganya maju, berkembang dan menjadi kaya. Meskipun ada banyak pula yang tidak suka jika tetangganya maju. Suka dengan kemajuan tetangga memang si tetangga tidak sepantasnya dimusuhi, secara bahwa tetangga adalah keluarga kita.

Meskipun anggapan ini belum tentu disepakati oleh masyarakat yang individualis, khususnya masyarakat perkotaan, lantaran masyarakat yang individualis cenderung acuh tak acuh dengan kondisi di sekitarnya. Lebih tepatnya masa bodoh dan tidak mau usil (peduli) dengan urusan orang lain.

Boleh jadi karena faktor kesibukan, perbedaan latar belakang daerah, suku, agama, tingkat pendidikan, pergaulan dan bisa juga karena tidak mau turut campur dengan urusan orang lain. Maka jangan heran jika memiliki hajat atau musibah, masyarakat lebih mengandalkan uang daripada gotong royong.

Dengan prinsip yang penting ada uang semua beres, membuat kehidupan bertetangga semakin renggang. Jangankan meminta membantu pekerjaan rumah, melibatkan diri dalam urusan kematian saja amat sulit dilakukan. Semua serba uang, dan ternyata uang semakin menjauhkan nilai-nilai ketetanggaan yang semestinya saling tolong menolong.

Berbicara mengenai tetangga, tentu tidak terlepas dengan adanya warung tetangga, atau warung sederhana yang dikelola masyarakat pada umumnya. Warung yang semestinya mencerminkan nilai ketetanggaan dan kesederhanaan ternyata bertolak belakang dengan beberapa kondisi yang membuat pembelinya kecewa.

Pertama: Kebersihan

Memang benar kita selalu ingin membuat warung kecil maju dengan membeli di sana. Karena dengan kita membeli di tempat tersebut perputaran barang dan uang semakin cepat. Tentunya mereka cepat mendapatkan untung untuk kemudian mengembangkan usahanya.

Namun sayangnya, warung tetangga yang notabene adalah warung tradisional justru mengabaikan aspek kebersihan. Barang-barang tidak tertata rapi dan kondisi yang kotor membuat konsumen menjadi malas mendekat. Padahal kebersihan itu amat penting untuk menarik minat pembeli.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline