Mohon tunggu...
M. Ali Amiruddin
M. Ali Amiruddin Mohon Tunggu... Guru - Penulis Biasa

Warga negara biasa yang selalu belajar menjadi pembelajar

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Terkait Warung Tetangga yang Paradoksal

18 April 2018   21:37 Diperbarui: 19 April 2018   09:14 1115
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(suaramuhammadiyah.id)

Pada saat ini, lagi digencarkan dengan slogan "Ayo berbelanja di warung tetangga" yang tujuannya untuk menggiatkan pertumbuhan warung tetangga yang notabene milik rakyat kecil.

Berbeda dengan toko modern kebetulan banyak yang dikelola oleh pengusaha-pengusaha retail yang bermodal besar. Karena semakin tergerusnya warung "kecil" milik tetangga ini, maka gerakan berbelanja di warung tetangga kini digiatkan kembali. Harapannya bisa menstimulus  pertumbuhan warung-warung kecil hingga terus berkembang semakin baik lagi.

Oleh karena itu, sebagai masyarakat yang baik, tentu mendukung gerakan ini. Sebagai wujud memberikan kesempatan warung-warung kecil bisa bertumbuh menjadi maju dan tidak tergerus oleh pusat perbelanjaan yang modern dan bermodal besar.

Banyak orang ingin melihat tetangganya maju, berkembang dan menjadi kaya. Meskipun ada banyak pula yang tidak suka jika tetangganya maju. Suka dengan kemajuan tetangga memang si tetangga tidak sepantasnya dimusuhi, secara bahwa tetangga adalah keluarga kita.

Meskipun anggapan ini belum tentu disepakati oleh masyarakat yang individualis, khususnya masyarakat perkotaan, lantaran masyarakat yang individualis cenderung acuh tak acuh dengan kondisi di sekitarnya. Lebih tepatnya masa bodoh dan tidak mau usil (peduli) dengan urusan orang lain.

Boleh jadi karena faktor kesibukan, perbedaan latar belakang daerah, suku, agama, tingkat pendidikan, pergaulan dan bisa juga karena tidak mau turut campur dengan urusan orang lain. Maka jangan heran jika memiliki hajat atau musibah, masyarakat lebih mengandalkan uang daripada gotong royong.

Dengan prinsip yang penting ada uang semua beres, membuat kehidupan bertetangga semakin renggang. Jangankan meminta membantu pekerjaan rumah, melibatkan diri dalam urusan kematian saja amat sulit dilakukan. Semua serba uang, dan ternyata uang semakin menjauhkan nilai-nilai ketetanggaan yang semestinya saling tolong menolong.

Berbicara mengenai tetangga, tentu tidak terlepas dengan adanya warung tetangga, atau warung sederhana yang dikelola masyarakat pada umumnya. Warung yang semestinya mencerminkan nilai ketetanggaan dan kesederhanaan ternyata bertolak belakang dengan beberapa kondisi yang membuat pembelinya kecewa.

Pertama: Kebersihan

Memang benar kita selalu ingin membuat warung kecil maju dengan membeli di sana. Karena dengan kita membeli di tempat tersebut perputaran barang dan uang semakin cepat. Tentunya mereka cepat mendapatkan untung untuk kemudian mengembangkan usahanya.

Namun sayangnya, warung tetangga yang notabene adalah warung tradisional justru mengabaikan aspek kebersihan. Barang-barang tidak tertata rapi dan kondisi yang kotor membuat konsumen menjadi malas mendekat. Padahal kebersihan itu amat penting untuk menarik minat pembeli.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun