Lihat ke Halaman Asli

Maik Zambeck

corat coret

Bagaimana Uang Kertas Menjadikan Anda Budak Dalam Arti yang Sebenarnya?

Diperbarui: 17 Juni 2015   08:49

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sebelum uang digunakan, orang melakukan barter untuk memenuhi kebutuhannya. Barter adalah cara berdagang dengan cara saling menukar komoditi yang dimiliki dengan apa yang diperlukan dari pihak lain. Hewan ternak adalah komoditi yang paling banyak diminati. Kemudian di Cina, orang mulai menggunkan kerang dari siput cowrie sebagai alat tukarnya, disitulah awal mulanya orang memikirkan suatu benda lain sebagai alat tukar umum dalam jual beli. Sedang di Afrika bagian Barat, orang mulai melakukan perdagangan dengan  tali, gelang yang terbuat dari tambaga dan perunggu sebagai alat tukar. Bangsa Inka, Amerika Selatan membangun peradaban besar mereka tanpa menggunakan uang. Semua kebutuhan masyarakatnya dipenuhi negara, namun mereka menggunakan emas dan perak sebagai bagian dari peribadatan mereka.

Hingga pada abad ke 7 Sebelum Masehi, koin standar pertama yang digunakan sebagai alat tukar dicetak di tempat yang sekarang kita kenal sebagai Turki bagian barat. Koin ini terbuat dari apa yang mereka sebut sebagai electrum, yang sebenarnya adalah campuran emas dan perak. Selanjutnya, koin-koin ini pada masa Kekaisaran Romawi yang selalu dibuat di dekat kuil dewi Juno Moneta, masih tetap digunakan .

Perkembangan selanjutnya, uang kertas pertama digunakan di Cina, selama Dinasti Tang berkuasa (618-907 M). Meski uang kertas sebenarnya tidak muncul sampai abad 11, selama Dinasti Song. Namun, akarnya sudah tertanam sejak Dinasti Tang, karena sebagaian pedagang ingin menghindari berat dari mata uang tembaga atau emas dalam transaksi jumlah besar, hingga jika pedagang itu cukup kaya, biasanya mereka akan menitipkan uang-uang itu pada orang yang di percaya dan mereka akan mendapatkan kertas bertuliskan berapa banyak mereka menitipkan uang padanya. Inilah cikal bakal mulanya uang kertas, yang bisa disebut juga sebagai bank note. Dinasti Song pun menamakan uang kertas ini sebagai jiaozi, yang awalnya adalah kertas perjanjian itu.

Pada abad ke 13, kabar penggunaan uang kertas di Cina diketahui oleh bangsa Eropa melalui catatan sang petualang Marco Polo. Dalam catatannya yang kemudian dijadikan buku The Travels of Marco Polo, ia menjelaskan bahwa uang kertas telah digunakan selama pemerintahan Dinasti Yuan sebagai alat tukar.

Sedang pada zaman pertengahan di Italia, dengan latar belakang ketidak efektifan dan ketidak efessienan membawa uang tunai (emas) dalam jumlah besar orang mulai menggunakan surat perjanjian/bank note. Pada abad ke 17, di Inggris, The Goldsmith-bankers of London mulai menggunakan surat tanda hutang sebagai alat bayar daripada deposito aslinya yang berupa emas atau perak. Kemudian para bankir mulai mengeluarkan surat tanda hutang yang nilainya bisa lebih besar dari nilai cadangan fisik untuk mengeluarkan surat hutang tersebut.

Di sinilah "permainan" itu dimulai, setelah seluruh negara di dunia secara umum menggunakan uang kertas sebagai alat tukarnya dan Bank Sentral seluruh negara sebagai penerbit uang kertas tersebut sudah dimiliki oleh segelintir orang. Sekarang uang kertas  berfungsi tidak hanya sebagai alat tukar untuk memutar roda perekonomian, tapi  sudah berkembang menjadi senjata dalam percaturan politik. Alat tekan suatu negara terhadap negara lain, tanpa harus ada pertumpahan darah dengan hasil pencapaian tidak jauh berbeda daripada perang sesungguhnya.

Penggunaan uang kertas menerapkan sistem kurs (nilai tukar suatu mata uang terhadap mata uang lainnya) yang sebenarnya merupakan suatu barrier setelah masa imperialisme berakhir, untuk mencegah negara bekas jajahan leluasa terhadap negara bekas penjajahnya begitu juga sebaliknya, memungkinkan negara bekas penjajah melakukan apa saja di negara bekas jajahannya tanpa harus terlihat secara fisik. Terbukti di banyak negara bekas penjajah memiliki nilai tukar uang kertasnya jauh lebih tinggi dari pada negara bekas jajahannya. Inggris memiliki nilai mata uang kertas yang lebih tinggi di antara semuanya. Pounsterling, secara tidak langsung membuktikan bahwa Inggris masih yang perkasa karena dulu juga merupakan negara dengan daerah jajahannya yang luas.

Pada zaman sekarang, uang kertas sebenarnya tidak mempunyai arti apa-apa selain nilai nominal yang tertulis padanya. Sebab dulu di zaman awalnya, untuk mengeluarkan uang kertas orang butuh, deposit fisik berupa emas untuk menjamin nilai uang tersebut namun lama kelamaan fungsi itu diganti dengan minyak bumi, sampai sekarang akhirnya tidak ada sama sekali. Jika misal nilai intrinsik (nilai pembuatan) dari uang kertas US$ 1 adalah 20 sen, maka sisanya 80 sen, adalah keuntungan yang di dapat oleh pemilik bank sentral dari menjual selembar uang kertas US$ 1, tanpa harus memiliki apapun sebagai penjaminnya. Dengan nilai intinsik yang tidak seberapa ini, para pemilik bank sentral telah mengambil alih semua aset-aset rill masyarakat termasuk masyarakat itu sendiri. Bagaimana caranya? Dengan perumpamaan sederhana kami coba menjeaskannya.

Pertama, Bank Sentral mengedarkan uang, misalnya US$ 5 juta, kemudian Bank Sentral ini mengedarkan kembali uang sebanyak US$ 15 juta dalam bentuk pinjaman pembangunan. Maka uang yang beredar telah menjadi US$ 20 juta, ini akan melemahkan daya beli masyarakat, karena nilai uang hanya menjadi 25% dari nilainya mula-mula yang kemudian dikenal sebagai inflasi. Lalu harga-harga barang melonjak. misal yang sebelumnya dengan US$1 bisa membeli 1 kg daging sapi  namun sekarang dengan uang yang sama hanya didapat seperempatnya. Dengan demikian, Bank Sentral berarti telah telah mengontrol 75% uang di wilayah tersebut.

Kedua, dengan nilai uang yang merosot, para pengusaha yang sebelumnya mengajukan kredit, kembali mengajukan kredit pinjaman baru sebagai tambahan modal, karena ongkos produksi yang tambah mahal, buruh yang menuntut kenaikan upah dan lain sebagainya. Bank Sentral yang merasa puas dengan tingkat hutang di masyarakat, mulai mengetatkan suplai uang dengan mempersulit pinjaman dan menaikkan suku bunga. Hingga uang yang tadinya beredar di masyarakat, akan tersedot kembali ke Bank Sentral, karena suku bunga deposito yang menarik.

Ketiga, para bankir tinggal menunggu sebagian debitur yang gagal bayar, ini akan memberi kesempatan kepada bank untuk menyita kekayaan rill, bisnis, properti dan sebagainya milik mereka dengan harga murah melalui kredit macet.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline