Lihat ke Halaman Asli

Mahir Martin

TERVERIFIKASI

Guru, Aktivis dan Pemerhati Pendidikan

MBG dan Generasi Emas

Diperbarui: 22 September 2025   16:53

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Sejak Presiden Prabowo dilantik isu tentang Makan Bergizi Gratis (MBG) tak pernah berakhir. Bola panas MBG terus bergulir dan membumbui kritik-kritik terhadap kebijakan pemerintahan. Bumbu tak sedap yang jika dibiarkan akan memberikan dampak buruk terhadap kinerja pemerintah.

MBG adalah janji politik Prabowo pada pilpres terakhir. Janji politik yang mungkin menjadi faktor penting kemenangan Prabowo saat itu. Janji politik yang berbau populisme ini memang selalu membawa hasil positif. Tak bisa dipungkiri, populisme adalah senajata ampuh di era post truth untuk mengambil simpati rakyat.

Janji yang telah diucapkan sudah sepatutmya dilakukan. Mau tak mau, suka tak suka, apapun akan dilakukan untuk menunaikannya. Akuntabilitas dan kredibilitas pemerintah dipertaruhkan untuk memastikan semua janji politiknya terealisasi.

Sejak awal digulirkan, saya termasuk orang yang pesimis terhadap program ini. Menurut pandangan saya, MBG adalah kebijakan mikro yang tidak cocok dijadikan kebijakan pada level pemerintah pusat. Kebijakan di pemerintah pusat sejatinya harus bersifat visioner dan dalam bentuk kebijakan makro. Kebijakan publik pada level makro seharusnya berorientasi pada keberlanjutan jangka panjang dan bukan sekadar kebijakan populis jangka pendek (Dye, 2017).

Selain itu, MBG pastinya akan memerlukan biaya yang sangat besar. Hal ini dapat menyebabkan prioritas anggaran negara yang tidak proporsional. Kebijakan efisiensi anggaran yang dilakukan sejatinya akan membantu stabilitas keuangan negara. Namun, jika prioritasnya tidak tepat, kebijakan efisiensi menjadi kurang efisien.

Sejatinya, MBG memiliki tujuan yang mulia. Kebijakan ini lahir dari keprihatinan terhadap generasi. Generasi masa depan memerlukan SDM yang berkualitas. Salah satu syarat SDM berkualitas adalah mendapatkan asupan gizi yang baik. Menurut UNICEF (2019), gizi yang memadai pada masa kanak-kanak adalah kunci dalam membentuk kapasitas belajar, produktivitas, dan kesehatan di masa dewasa.

Generasi masa depan yang dimaksud harus dicetak menjadi sebuah generasi emas. Konsep generasi emas menuntut individu untuk menjadi manusia paripurna atau insan kamil. Insan kamil hanya bisa dibentuk dengan fondasi yang kuat. Menurut Al-Ghazali (2005), manusia sempurna adalah mereka yang mengintegrasikan kekuatan jasmani, akal, dan ruhani dalam kehidupan.

Kebijakan MBG dirumuskan dalam rangka memberikan fondasi dari sisi jasmaninya. Namun, ini saja tidak cukup. Fondasi yang kuat juga harus diimbangi dengan sisi moral religius (akhlak) dan karakter. Moral religius dan karakter ini merupakan asupan spiritual untuk memberikan fondasi dari sisi ruhaninya.

Kedua sisi ini harus dijaga keseimbangannya. Jasmani dan ruhani harus berjalan seiringan. Mens sana in corpore sano,  jiwa yang sehat dalam tubuh yang sehat. Memprioritaskan kebijakan MBG harus diimbangi dengan kebijakan moral religius dan karakter yang juga menjadi prioritas.

Jika kita bicara generasi emas, maka karakter emas yang perlu dikedepankan. Generasi selalu berubah. Setiap generasi memiliki ciri khas tertentu. Integrasi karakter keemasan kedalam karakteristik khusus setiap generasi menjadi kunci terbentuknya generasi emas yang kita tunggu-tunggu.

Generasi yang terakhir muncul harus diajari nilai-nilai keemasan seperti keimanan, tanggung jawab, rasa cinta, toleransi, dan kedamaian. Nilai-nilai yang akan membentuk moral religius dan karakter yang kuat bagi generasi.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline