Lihat ke Halaman Asli

mad yusup

menggemari nulis, membaca, serta menggambar

Regulasi Hak Atas Tanah dan Keberpihakan Negara

Diperbarui: 19 November 2020   10:25

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Dalam UUD 1945 Pasal 27 ayat (2) dan Pasal 33 ayat (3) sangat jelas bahwa negara menjamin hak penghidupan dan kemakmuran bagi warga negaranya. Sebagaimana termaktub pula dalam pembukaan UUD 1945 alinea keempat, yang salah satunya adalah kesejahteraan.

Namun apa lacur, keberpihakan dari sebuah regulasi sebagai implementasi dari pelaksanaan amanat konstitusi kerap tidak menguntungkan masyarakat. Tak menyentuh hak masyarakat sebagaimana yang tertulis di pasal-pasal konstitusi.

Negara, Pemodal, dan Masyarakat

Tak dipungkiri, untuk mencapai kesejahteraan tentunya tidak bisa dilepaskan dengan pertumbuhan ekonomi. Dan itu menyangkut investasi, modal untuk menggerakkannya. Agar ada kesinambungan, keberlanjutan dalam pembangunan yang pada gilirannya akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Investasi bagi banyak negara adalah faktor penting di dalam menciptakan pertumbuhan ekonomi. Dan dampak dari era globalisasi terutama perdagangan menyebabkan semakin terbuka lebarnya pintu bagi investor (pemodal) dalam hal pengelolaan atau 'penguasaan' atas tanah di luar negaranya.

Ada tiga unsur atau pihak yang tak bisa dipisahkan dalam kegiatan ekonomi, yakni: negara, pemodal (swasta lokal maupun asing), dan masyarakat. Ketiganya merupakan para pelaku ekonomi yang memiliki akses politik dan modal yang berbeda-beda.

Negara atau pemerintah memiliki kewenangan dalam hal kebijakan regulasi, yang tentunya tak luput dari orientasi kepentingan politiknya. Pemodal atau investor adalah pemilik sumber daya modal. Dan masyarakat sebagai sumber daya sekaligus konsumen.

Dengan posisi ini, kedudukan masyarakat sering kali tidak diuntungkan. Apalagi ketika ada kebijakan pemerintah yang bersifat bias terhadap masyarakat. Dimana pihak pemodal (swasta) akan mudah memperoleh lahan dibandingkan dengan masyarakat, terutama masyarakat adat untuk memperoleh persetujuan mengerjakan tanah-tanah bekas perkebunan atau kehutanan yang ditelantarkan untuk mendapatkan pengakuan secara de jure.

Di sisi lain, sebagai negara yang memiliki sumber daya yang besar baik alam maupun manusianya, Indonesia adalah tempat yang menarik dan menjanjikan bagi para pemodal -terutama asing- untuk berinvestasi. Namun regulasi terkait perizinan selalu menjadi sumber masalah yang menciptakan ekonomi biaya tinggi (high cost economy). 

Akibatnya terjadilah praktik-praktik 'penyelundupan hukum', dimana pihak asing 'meminjam' nama warga lokal untuk membeli tanah, rumah, atau pun menanamkan modal yang statusnya tidak lagi sebagai modal asing.

Upaya penyelundupan hukum itu kadang dilakukan dengan menikahi warga negara Indonesia, meski tidak semua pernikahan tersebut bertujuan untuk itu.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline