Lihat ke Halaman Asli

Trimanto B. Ngaderi

Penulis Lepas

Pornografi Lebih Berbahaya daripada Narkoba

Diperbarui: 12 April 2018   16:49

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi: Bornrealist.com

Jika mengonsumsi narkoba hanya merusak tiga bagian otak kita, maka mengonsumsi pornografi dapat merusak lima bagian otak kita. Berarti, selain memberi "kenikmatan" tertentu, menonton pornografi ternyata berpengaruh terhadap kesehatan otak manusia pada khususnya dan seluruh tubuh pada umumnya.

Pornografi adalah perusak otak terbesar, melebihi metamfetamin (sabu-sabu). Bagian otak prefrontal korteks akan hancur, padahal bagian otak inilah yang mengendalikan moral dan nilai, pengendalian diri, dan pengambilan keputusan. 

Rusaknya preforntal korteks ini akan membuat perasaan kita selalu kacau, sehingga membuat kita menjadi ketergantungan untuk selalu menonton pornografi. Saat melihat film porno, sistem limbik kita akan bekerja, dan keluarlah dufamin (hormon kenikmatan). Demikian menurut Elly Risma, pakar psikologi dari Yayasan Kita dan Buah Hati.

Sebagai permisalan, ketika seorang anak menyukai satu gelas es krim, maka hormon kenikmatan tersebut hanya akan keluar untuk satu gelas es krim saja. Bila ditambah satu gelas es krim lagi, hormon tersebut tidak akan keluar. Sama seperti orang melakukan hubungan seksual atau nonton pornografi, hormon hanya akan keluar sampai batas kenikmatan puncak.

Di dalam tubuh kita banyak hormon yang bekerja. Ada empat hormon yang dapat dirusak cara kerjanya oleh pornografi. Keempat hormon ini jika bekerja secara normal, akan menguntungkan kita. Nah, pornografi akan membuat keempat hormon tersebut keluar secara berlebihan dan terus-menerus.

Dopamin

Sebagai gambaran, ketika kita sedang kesulitan mengerjakan soal ujian, ditambah tadi masuk kelas terlambat, belum sarapan lagi; kita menjadi lunglai, pasrah, merasa nilainya akan jelek dan seterusnya. Lagi frustasi-frustasinya tiba-tiba kita menemukan cara mengerjakan soalnya. Bagaimana perasaan kita, senang sekali bukan, puas campur bahagia. Seperti itulah efek hormon dopamin saat lagi bekerja. Menimbulkan SENSASI puas, senang, dan bahagia.

Akan tetapi, ternyata efek dopamin menimbulkan peningkatan kebutuhan level. Kalau kemarin kita puas dan loncat-loncat kegirangan karena mampu mengerjakan soal tingkat SD, apakah besok kita akan puas dan loncat-loncat lagi ketika mampu mengerjakan soal yang sama (hampir sama)? 

Tentu tidak, kan! Kita pasti butuh mengerjakan soal-soal tingkat SMP untuk merasa puas dan loncat-loncat kegirangan lagi. Seperti itulah efek dari bekerjanya dopamin. Pornografi juga membuat dopamin bekerja terus-menerus. Sayangnya, penyebab dia bekerja adalah karena pornografi.

Ilustrasinya seperti ini: awalnya kita akan senang melihat paha yang tersingkap. Besoknya lagi harus melihat yang bertelanjang dada, agar mendapatkan sensasi "wowww". Besoknya lagi meningkat ingin melihat yang memakai celana dalam saja. Besoknya lagi ingin melihat yang lebih parah lagi, yaitu yang telanjang bulat. Begitu seterusnya. Harus lebih parah, agar dapat merasakan SENSASI (tertentu).

Norepinefrin (NE)

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline