Lihat ke Halaman Asli

Lutfillah Ulin Nuha

Founder Neptunus Kreativa Publishing

Menggugat Kultus Darah dan Agama yang Ditinggalkan Akalnya

Diperbarui: 16 Juli 2025   18:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Viral Seorang Jamaah Mencium Kaki Seorang Habib (Sumber : Istimewa)

Di negeri ini, kita sering menyaksikan pemandangan yang aneh tapi dianggap wajar seperti seseorang yang merasa lebih mulia, lebih benar, lebih suci, bahkan lebih pantas dipatuhi hanya karena mengaku berasal dari garis keturunan tertentu.

Tidak perlu logika, cukup sebutkan nasab. Tidak perlu akhlak, cukup pakai jubah panjang dan turban besar. Tidak perlu kontribusi, cukup duduk di mimbar dan beri isyarat agar tangan-tangan umat mencium lutut bahkan kakinya.

Itulah doktrin gila yang kini hidup subur di berbagai lapisan masyarakat, pengkultusan darah, sebuah kepercayaan bahwa kemuliaan diwariskan secara genetis, bukan dibentuk oleh ilmu, adab, dan perjuangan.

Darah Dijual, Nalar Dikubur

Salahsatu Cover Majalah yang Pernah Viral Karena Ilustrasi Kontroversinya (Sumber: Tempo)

Sadar atau tidak, ini bukan sekadar fenomena sosial, melainkan sebuah industri kepercayaan. Di dalamnya ada jual beli karomah, perdagangan silsilah, pemalsuan sejarah, bahkan pengkultusan kuburan yang entah sejak kapan jadi tempat suci.

Tak jarang ditemukan kuburan baru yang tiba-tiba dijuluki "makam wali", lengkap dengan mitos-mitos menakjubkan yang lebih mirip cerita Marvel ketimbang kisah nyata. Ada pula orang-orang yang secara sadar memalsukan silsilah demi bisa naik pangkat spiritual. Semua demi satu tujuan: status, kehormatan, dan pengaruh.

Lucunya, di tengah semua kebohongan ini, masyarakat tetap menunduk, mencium tangan, dan membayar mahal demi "berkah" dari orang-orang yang bahkan tidak bisa membedakan mana dalil dan mana dongeng.

Agama Dijadikan Alat, Akal Ditanggalkan

Foto Seorang yang Seakan-akan Meminta Pada Kubur (Sumber : Istimewa)

Yang lebih menyedihkan, banyak dari mereka menggunakan agama sebagai tameng. Ayat-ayat dipelintir, hadis-hadis dijadikan senjata, semua demi mempertahankan tahta sosial. Kritik dianggap penghinaan. Pertanyaan dianggap pembangkangan. Yang tidak menjilat disebut durhaka.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline