Lihat ke Halaman Asli

Boasa Mubah Roham?

Diperbarui: 19 Maret 2021   00:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

@kulturtava


Begitulah hati, datang dan pergi. Rapuh. Bertahan dalam keegoisan
Bertahan dalam harapan. Konyol bukan. Mubah roham. Kenapa? Kenapa hatimu berubah?
Seketika aku menitikkan air mata. Meratapi kesedihan. Aku tidak makan dan tidur dengan baik. Tidak memperdulikan keberadaanku dengan seutuhnya.

Satu kata yang kurasakan, menyesal.

Ya, aku menyesal akan kehadiranmu. Menyesal kenapa saat itu kau bertanya, bagaimana jika kau memasuki kehidupanku! Demikian, hati dan genggamanmu tak bisa dipaksakan. Memilih untuk pulang atau pergi. Itu adalah pilihan. Berkali-kali aku berharap, namun aku tahu itu tak ada gunanya kini. Untuk apa bertahan dalam harapan, sementara diri sendiri sadar bahwa itu harus dipadamkan. Karena akan berujung pada kesia-siaan.

Hatimu telah berubah. Kerinduan dan ketidakrinduanku tak lagi mampu bersuara. Boasa mah mubah roham? Aku lama mempertanyakan hal itu. Namun saat ini, aku tak ingin lagi menunggumu. Tak ingin lagi menujumu. Biarlah kau laju ke mana yang diinginkan hatimu. Keterasingan ini, tak ingin hatiku lagi mencairkan.

Tertinggal kenangan. Aku menyesal mengenal dirimu, tapi aku sadar aku tak berhak menghakimimu. Karena ada bahagia yang tercipta darimu. Sesungguhnya, kau itu adalah pertanyaan yang menyusahkanku. Sangat-sangat menyusahkan diriku.

***
Rantauprapat, 17 Maret 2021
Lusy Mariana Pasaribu




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline