Lihat ke Halaman Asli

Sunda Vs Jawa

Diperbarui: 26 Juni 2015   04:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Punya suami orang Jawa? Sedikitpun tak pernah terlintas dalam benakku semasa remaja. Ada semacam pemahaman yang keliru tentang suku yang satu ini. Semua ini tak lepas dari pengalamanku semasa kecil. Dulu di sebelah rumahku tinggal keluarga dari Jawa (entah Jawa Tengah apa Jawa Timur, pokoknya kami menyebutnya orang Jawa). Mereka (maaf) jorok sekali! Sering sekali aku melihat anak-anak mereka pipis dan pup sembarangan di halaman rumahnya. Ibunya cuek aja menjemur pakaian dengan hanya mengenakan pakaian seadanya. Sang bapak pun tak beda jauh, mondar-mandir di halaman dengan telanjang dada dan celana kolor yang kucel. Banyak hal-hal yang mereka kerjakan yang menurutku jorok dan membuat jijik. Jadi jangan disalahkan kalau dalam pikiranku terpatri: orang jawa itu jorok! (maaf sekali lagi :-)). Waktu berlalu dan siapa sangka ternyata Allah memberiku jodoh..orang Jawa! Asli dari Solo, masih ada bau-bau Keraton, halus dan untunglah..tidak jorok! Hahaha..
Awal-awal tinggal di Solo sungguh sangat berat buatku. Apalagi kami tinggal dengan mertua. Faktor bahasa sering jadi masalah yg kadang membuatku jengkel. Coba saja, kata loro dan lara artinya sangat berbeda, loro=dua, lara=sakit, tapi menurutku kedengarannya sama saja. Perbedaannya ternyata dalam huruf 'o' nya. Buat lidah sundaku, belajar satu kata itu aja sungguh sulit! Sampai monyong-monyong pun tetap aja salah dan ditertawakan! Huh!
Masalah makanan juga sering membuatku stress. Kenapa semua masakan harus dikasih gula? Semua serba manis..lagi-lagi lidah sundaku yang cenderung suka asin kena batunya. Ada satu kejadian unik. Suatu sore saat anggota keluarga yang lain masih tidur siang, iseng-iseng aku ke dapur, merapikan ini itu, memisahkan bumbu dapur yang masih segar dan membuang yang sudah kering. Di sudut dapur ada bungkusan plastik yang baunya cukup menyengat. Waktu kubuka ternyata isinya tempe yg dibungkus daun pisang dan menurutku sudah busuk. Pikirku, mungkin ibu mertua lupa membuangnya. Tanpa pikir panjang kubuang bungkusan itu ke tempat sampah. Paginya, terjadi kehebohan di dapur. Saat ditanya siapa yg membuang bungkusan tempe busuk itu, dengan polos kujawab, " Saya bu, kan udah busuk tuh.." dengan wajah jengkel campur geli ibu berkata "Oalah nduuuk..itu memang tempe bosok,buat masak sayur tumpaaang...kalo ndak pake tempe itu ya ndak enaaak...!" haduh ibu, meneketehe..di sunda mah tidak ada sayur yang bahannya tempe yang udah bau. Dan ternyata oh ternyata, yang namanya sayur tumpang itu enak banget sodara-sodara! Bahannya campuran tempe normal dan tempe bosok (semangit), dihaluskan bersama bumbu dan santan yang gurih. Apalagi ditambah krecek(kulit sapi goreng) dan pete, disiramkan di atas rebusan bayam dan tauge..hmm..harus kuakui, sekarang sayur tumpang adalah salah satu makanan favoritku! Mau coba rasanya? Silahkan mampir ke kota Solo..:-)

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline