Lihat ke Halaman Asli

Lilik Ummu Aulia

Creative Mommy

Mengambil Pelajaran dari KRI Nanggala 402 untuk Membangun Pertahanan Negara

Diperbarui: 28 April 2021   08:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Keamanan. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Pixelcreatures

Indonesia masih berduka. Tenggelamnya KRI Nanggala 402 pada 21 April 2021 dan gugurnya seluruh awak kapalnya (53) menjadi pukulan yang berat bagi sistem pertahanan keamanan negara Indonesia, khususnya sistem pertahanan maritimnya. Butuh evaluasi secara menyeluruh agar tidak terulang kejadian serupa, yang mengorbankan prajurit-prajurit Indonesia.

Banyak analisis dari para pakar yang menjelaskan tenggelamnya KRI Nanggala 402 ini. Tuanya usia (41 tahun) kapal buatan Jerman ini yang sudah melebihi masa life service nya (sekitar 25 tahun), kurang perhatiannya terhadap maintenance (perawatan) kapal yang harusnya dilakukan secara berkala 5 hingga 6 tahun sekali, serta overload nya penumpang (seharusnya hanya diisi 43) menjadi perhatian para pakar maritim dalam menganalisis tenggelamnya KRI Nanggala 402 ini. Selain itu, kondisi perairan di sekitar laut Bali yang berarus deras juga turut menjadi faktor dalam menganalisis tragedi memilukan ini.

Wacana modernisasi alutsista pun disampaikan oleh Menteri Pertahanan (Menhan), Prabowo Subianto. Hanya saja, wacana modernisasi alutsista ini, tentu butuh dana yang tidak sedikit. Kita pun tidak berharap modernisasi yang akan dilakukan pada alutsista ini berasal dari utang luar negeri. Sebab, semakin terjeratnya Indonesia dengan utang luar negeri, maka semakin tumpul kemandirian Indonesia. Apalagi, kemandirian Indonesia dalam hal sistem pertahanan bernegara.

*Urgensi Sistem Pertahanan Militer*

Sistem pertahanan keamanan sangat penting bagi eksistensi sebuah negara. Selain melindungi keamanan warga negara dari serangan musuh, sebuah sistem pertahanan militer juga bisa berfungsi untuk menggentarkan dan menimbulkan ketakutan dalam jiwa seorang musuh. Oleh karena itu, seharusnya sebuah negara memiliki sistem pertahanan militer yang kuat baik di darat, laut maupun udara demi menjaga kesatuan dan kedaulatan negara.

Indonesia, negara kepulauan dengan garis pantai terpanjang di dunia. Wilayah maritimnya menempati sekitar 62% luas seluruh wilayah yang dikuasainya. Hanya saja, jumlah kapal selam yang dimiliki sebagai bagian dari sistem pertahanan militer di wilayah perairannya hanya berada di angka 5. Tentu, jumlah ini sangat jauh dibandingkan dengan negara-negara seperti China dan Amerika. Banyaknya jumlah alutsista yang dimiliki oleh negara-negara tersebut tentu didukung oleh sumber pendanaan yang berlipat dibandingkan jumlah dana militer Indonesia.

*Membangun Sistem Pertahanan Militer yang Kuat*

Membangun sebuah sistem pertahanan militer yang tangguh tentu bukan perkara yang mudah. Ada beberapa hal yang bisa dilakukan oleh sebuah negara untuk membangun sistem pertahanan militer yang kuat, mandiri dan berdaulat.

Pertama, memperjelas visi, misi serta pandangan hidup yang diadopsi oleh negara. Negara yang mengadopsi kapitalisme, tentu memiliki visi yang berbeda dengan negara yang mengadopsi sosialisme/komunisme maupun Islam. Pandangan hidup atau ideologi inilah yang menjadi faktor utama bagi sebuah negara dalam membentuk bangunan negaranya.

Untuk memiliki sebuah militer yang kuat, negara minimal harus memiliki visi dan misi sebagai negara pertama. Bukan hanya sebatas negara satelit ataupun negara pengekor yang beredar mengikuti kepentingan negara-negara yang lain. Dengan menetapkan visi dan misi yang jelas, maka sistem kenegaraan yang lain akan dibentuk mengikuti visi dan misi ini.

Kedua, sumber pendanaan militer yang ditopang oleh sistem perekonomian negara. Sumber pendanaan militer ini haruslah berasal dari sumber-sumber pendanaan sendiri, bukan utang luar negeri. Sebab, jika sumber pendanaan ini berasal dari kantong sendiri, maka negara akan mampu membangun sistem pertahanan militer yang mandiri. Sedangkan jika sumber pendaaan militer berasal dari utang luar negeri, maka negara tersebut akan terikat dengan kepentingan negara kreditur.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline