Lihat ke Halaman Asli

Lelaki Itu Masih Menunggu Kabut Menghilang ...

Diperbarui: 26 Juni 2015   18:53

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Lelaki itu masih duduk di bangku taman yang warnanya telah usang disapu waktu. Diam. Tetap membisu. Matanya menatap lampu taman yang berdiri tegak di atas sebatang besi hitam yang telah berkarat karena hujan dan debu. Seharusnya, lampu itu menyala terang. Namun kabut telah membuat nyalanya menjadi temaram meremang.

Kabut telah turun sejak beberapa waktu lalu, menyelimuti taman dan lelaki itu dalam kebisuan yang hening. Tidak ada bunyi lain, hanya desir angin malam.

Semuanya menyatu di taman itu. Lelaki. Bangku berkarat. Lampu meremang. Kabut. Desir angin. Kebisuan.

Tidak lama lagi pagi akan datang. Kegelapan malam akan berganti dengan cahaya fajar. Kabut akan menguap. Hari baru akan menjemput lelaki itu.

Seluruh masalah yang tidak terselesaikan akan datang menguasai benak lelaki itu. Mungkin hari yang akan tiba pun bukan waktu untuk penyelesaian masalah. Namun kabut akan menguap bersama panas cahaya mentari. Cepat atau pun lambat. Bila waktunya tiba cahaya lampu taman itu pun tidak akan sekedar pendar yang temaram saja. Lalu seluruh masalah yang digumuli hilang, tidak perlu lagi sebuah bangku berkarat untuk duduk meratapi nasib. Akan muncul jalan keluar.

Lelaki itu akan terus menunggu pagi benar-benar membawa cahaya mentari. Akan tetap menunggu dengan akal yang masih buntu.

[ LRJK | MMIX AD ]




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline