Lihat ke Halaman Asli

It's a Thing: Helping The Other

Diperbarui: 18 Maret 2021   07:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

"The question "can I help you?" is a question that millions of people ask million of other people every single day. What does it actually mean to help another human being? Or indeed to help an entire community" said Cormac Russell on TEDx Talks session in 2016

Ya, mungkin sebagian atau bahkan semua dari kita pernah menanyakan mengapa kita membantu orang lain. Seperlu itukah? Saya sepakat dengan Cormac yang mengatakan bahwa helping is a powerful and often beautiful human impulse. Namun begitu pula, lanjutan dari kalimat itu juga mengetuk kesepakatan saya but I also believe that helping has a shadow side. Saya mempercayai bahwa setiap hal bahkan seseorang sekalipun memiliki dua sisi, "baik" dan "tidak demikian".

Jika pernah mendengar kata relatif, ya, disitulah suatu hal yang kita lakukan apapun itu juga dinilai sebagai dua sisi tergantung pada dan siapa yang menilai atau mungkin menginterpretasikannya. Satu hal yang perlu kita tahu pastilah ada pedoman bagi seseorang untuk memiliki patokan bahwa suatu hal adalah "baik" atau "tidak demikian". Semua memang tergantung konteks yang dimaksud dan pemahaman ini dapat berkembang atau justru mengalami stagnansi.

Hal-hal yang dilakukan atau bahkan akan dilakukan tentunya memiliki tujuan yang ingin digapai. Suatu pengembangan misalnya, seharusnya dapat berkelanjutan karena waktu dan kebutuhan terus berjalan. Pengembangan ini entah bagi diri maupun komunitas dengan framing membantu diri atau suatu komunitas untuk bergerak dari suatu titik menuju titik yang lain sehingga tidak menimbulkan titik-titik (blank space) dalam artian kebingungan tanpa arah.

Rosabeth Moss Kanter, seorang akademisi Harvard, mengatakan bahwa when we do change to people they experience it as violence, but when people do change for themselves they experience it as liberation. Sejalan dengan yang pernah terucap dalam dialog salah satu drama series Thailand, don't try to change yourself for me. one day you'll know that it's exhsausting. Aren't you got what the point?

Tidak ada yang salah dengan keinginan untuk membantu orang lain jikalau dengan niat yang benar secara normatif. Seringkali dalam membantu kita lupa untuk memposisikan diri kita sebagaimana di awal kali membantu. Rasa tidak enakan, cocky, balas budi yang tidak ada habis, selfish, keikutsertaan yang kebablasan, dsb membawa usaha menolong ini menjadi bergelayut gelantung kurang pendirian dan justru ngalor ngidul. Memang, hal-hal kerap menjadi samar manakala sudah sampai pada pertengahan menuju akhir. Maka dari itu perlu adanya monitoring dan evaluasi baik pada diri sebagai pelaku maupun hal yang telah dilakukan.

Okay, mungkin penjelasan barusan masih samar. Mari langsung ke contoh sehari-hari. Pernah saya temui beberapa kawan yang memiliki kisah membantu seseorang menjadi "berubah", dalam artian ke arah yang lebih baik. Pada beberapa kasus tersebut mereka kurang memposisikan diri dan menjadikan perubahan yang terjadi pada orang tersebut adalah karena kawan saya itu, bukan karena keinginan si yang diubah sendiri sehingga ketika mereka pergi atau mundur yang diubah tersebut kehilangan pegangan. Sekalipun mereka sebenarnya semacam menjadi motivasi namun keberlanjutan dari perubahan tersebut perlu dipertanyakan dan diskenariokan untuk tetap berlanjut meskipun yang mengajak berubah tersebut seperti yang saya sebutkan tadi atau dalam istilahnya agar bisa auto pilot.

Disaat yang diubah itu tidak berdasarkan keinginannya sendiri maka bukan tidak mungkin bahwa usaha menolong akan memiliki bayangan gelap. Boleh jadi perubahan yang di awal terlihat manis sudah sampai 65% bisa merosot karena tidak adanya keajegan dalam diri atau sederhananya goyah dulu. Dalam menolong yang konteksnya pengembangan itu membutuhkan pemetaan dimana hal ini dilakukan untuk mengetahui apa sejatinya kebutuhan mereka yang kita tolong sehingga tidak ada doktrinisasi yang memaksakan kehendak.

Perlu dipahami bahwa kita memang manusia yang jelas membutuhkan orang lain namun jangan sampai berpijak pada ketergantungan yang sangat lekat yang kemudian mengakibatkan tidak adanya kemandirian. Tidak dapat dielakkan bahwa pendekatan untuk mengubah cara berpikir dan pandangan semacam menjadi hal yang sekiranya perlu dilakukan dengan usaha yang sesuai konteksnya. Seringkali kita harus posisikan sebagai fasilitator, pemantik, atau bahkan support system yang jelas akan ada masa berakhirnya pada waktu-waktu tertentu.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline