Lihat ke Halaman Asli

Komunitas Lagi Nulis

Komunitas menulis

Cerpen | Angan

Diperbarui: 26 Februari 2019   17:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pict from Pixabay.com

Oleh: Atika Helmiati

Masih belum tau apa itu cinta. Karena ia hanya untuk dirasa, bukan torehan kata. Masih bertahan hingga kini dan mungkin nanti. Kenapa aku bertahan? Karena cinta. Walau aku tak tahu jenis zat apa itu dan racun apa yang dikandungnya, apa lagi efek samping yang dapat dihasilkannya. Namun, harus ku mengerti. Cinta itu masih ku jaga. Belum terusik sedikitpun, belum dicicipi barang seorangpun. Belum terfikir akan ku beri pada siapa separuhnya, ataukah sepenuhnya?

Ah, tak usahlah kita telusuri sebuah kata seribu rasa itu saat ini. Satu hal yang ku tahu, ia akan indah pada waktunya. Disaat kau datang menakhlukkannya. Namun, siapakah ia?!

                               ***

Untuk yang pertama kalinya aku mengunjungi ke tempat ini bersamanya, lebih tepatnya pulang ke rumah lamaku. Kami berjalan bersisian. Ku dorong sebuah pintu gerbang di hadapanku. Ku sisir setiap senti jarak pandang yang ku miliki. Masih seperti beberapa minggu lalu. Bangunan-bangunan megah masih berdiri kokoh dengan gagahnya. Sekolahku. Dua gedung asrama berlantai empat menyambut kehadiranku di depan gerbang. Radius seratus meter terdapat dua gedung sekolah yang serupa namun berlantai tiga.

Seorang siswi menghampiriku " assalamu'alaikum kak, nginap kan?" aku sangat mengenalinya. Adik tingkatku, bagian pelayanan tamu. Aku hanya menjawab dengan tersenyum dan anggukan kecil. Ia mengantarkanku ke sebuah wisma. Sebuah gedung berlantai dua dengan empat ruangan dan delapan kamar.

Kami masuki sebuah ruangan dengan dua kamar. Perlahan ku raih gagang pintu dan membukanya. Dua lembar kasur yang terhampar di tengah ruangan lengkap dengan dua bantal, sebuah dispenser di sisi ruangan dan lemari kecil di sudut ruangan. Cukup nyaman untuk kami berdua.

" capek? " tanyanya sambil meletakkan koper lalu memasang alas kasur dan sarung bantal.

"biasa aja " jawabku singkat. Aku mendengus dan mengambil gelas di lemari, kemudian mengisinya dengan air, meneguknya sampai tetes terakhir.

Aku melirik kasur yang kini telah ia duduki, kemudian ia berbaring dengan tenang. Aku mengambil tas dan berjalan menuju pintu kamar.

" kamu tidak mengajak saya?" tanyanya masih dengan mata tertutup.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline