Episode ke-1
Dunia bisnis memasuki era baru. Profit tak lagi cukup menjadi tujuan tunggal; ia harus berjalan beriringan dengan manusia dan bumi. Konsep Triple Bottom Line John Elkington dan Creating Shared Value Michael Porter menegaskan bahwa keberlanjutan kini menjadi strategi inti, bukan tambahan. Tekanan global, perubahan iklim, hingga krisis kesehatan menunjukkan bahwa perusahaan yang mengabaikan keberlanjutan akan tertinggal. Profit sejati lahir ketika bisnis membangun nilai ekonomi sekaligus sosial dan lingkungan.
Mr.K Bertutur Tentang Sustainability
Sustainability bukan sekadar semboyan hijau, melainkan komitmen menjaga bumi bagi generasi mendatang. Ia adalah langkah strategis yang seharusnya diambil para pengambil kebijakan bisnis maupun publik, agar setiap langkah kita terarah pada jalan terbaik, merawat bumi sebagai warisan bersama.
Namun, di banyak negara berkembang, sustainability kerap masih sebatas slogan, gimmick komunikasi, bahkan kampanye manipulatif. Meski praktiknya mulai terlihat, dukungan pemangku kebijakan negeri sering kali masih setengah hati. Padahal, keberlanjutan hanya bisa hidup bila mendapat dukungan penuh dari semua stakeholder, sehingga ia menjelma menjadi jiwa budaya masyarakat, bukan sekadar aturan yang harus dipatuhi.
Three Minute Sustainability by Mr.K mencoba membumikan konsep-konsep yang sering kali terdengar akademis, menjadi gagasan sederhana yang mudah dipahami dan diterapkan. Bukan untuk mereduksi kedalaman teori, tetapi untuk menjadikannya "tools" praktis yang bisa hadir dalam kehidupan nyata.
Isyarat Awal
Di dunia bisnis lama, profit ibarat raja. Ia dipuja, diarak, dijadikan pusat orbit segala strategi. Neraca keuangan menjadi kitab, laba menjadi dogma. Namun, sejarah membisikkan sesuatu: Kerajaan bisnis yang hanya dibangun di atas angka tak pernah bertahan lama. Ia runtuh ketika kepercayaan publik hilang, ketika bumi menagih harga dari kerakusan, ketika manusia tak lagi merasa dilibatkan.
Hari ini, dunia memaksa kita mengakui kenyataan sederhana: profit tak bisa lagi berjalan sendiri. Ia harus berbagi panggung dengan manusia dan bumi, dua sahabat lama yang terlalu lama diabaikan. Inilah titik balik manajemen modern: ketika keberlanjutan bukan sekadar pilihan, melainkan syarat hidup.
Pilar Keberlanjutan
John Elkington menyebutnya Triple Bottom Line: Profit, People, Planet. Tiga pilar yang harus berjalan serentak agar bisnis berdiri kokoh. Profit masih penting, tetapi ia tak boleh mengorbankan bumi dan manusia. Inilah inti filosofi manajemen keberlanjutan, mencari keseimbangan, bukan supremasi.
Dalam perspektif strategis, Michael Porter menambahkan konsep Creating Shared Value. Bisnis, katanya, hanya bisa tumbuh ketika ia ikut menyelesaikan persoalan sosial dan lingkungan. Nilai ekonomi dan nilai sosial tidak terpisah, melainkan saling menguatkan.
Tekanan global; mulai dari regulasi iklim, tuntutan investor, hingga perubahan preferensi konsumen, kini menjadi pengingat keras. Bisnis yang tak menautkan dirinya pada keberlanjutan akan tersisih. Pandemi COVID-19 menjadi bukti: perusahaan dengan rantai pasok berkelanjutan dan relasi sosial yang kuat lebih tangguh menghadapi krisis.
Contohnya Unilever Indonesia. Melalui Sustainable Living Plan, mereka berani menggabungkan pertumbuhan dengan pengurangan dampak lingkungan. Dari pengelolaan limbah, pengurangan plastik, hingga pemberdayaan petani lokal, Unilever menunjukkan bahwa profit bisa berjalan berdampingan dengan keberlanjutan.
Lensa Reflektif
Pertanyaan sederhana muncul: apakah kita masih percaya bahwa laba adalah tujuan akhir? Ataukah kita mulai menyadari bahwa laba hanyalah hasil samping dari bisnis yang benar-benar berkelanjutan?