Lihat ke Halaman Asli

Kusroni

santri dan pengabdi pesantren

Kiai Asrori Al-Ishaqi dan Reformulasi Kurikulum Kitab Fikih dan Tarikh di Pesantren Salaf

Diperbarui: 27 Maret 2021   14:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

www.kutub-pdf.net

Di pesantren salaf, pada umumnya para santri mengkaji berbagai kitab kuning, atau kitab salaf, atau ada yang menyebut kitab turats. Pada level menengah biasanya mereka ngaji Fath al-Qarib dalam bidang fikih, dan Khulashah Nur al-Yaqin, dalam bidang tarikh (sejarah Islam awal).

Hal demikian juga yang saya alami saat awal mondok di pesantren Al Fithrah Surabaya, yang didirikan oleh Hadratusy Syaikh al-Maghfur lah KH Achmad Asrori al-Ishaqi. Namun, antara tahun 2005-2008, saya lupa persisnya, beliau melakukan reformulasi muatan kurikulum kitab kuning di pesantren Al Fithrah, khususnya fan fikih dan tarikh. Pada saat itu beliau memperkenalkan kitab fikih kontemporer berjudul al-Fiqh al-Manhaji 'ala Madhhab al-Imam al-Shafi'i. Sesuai namanya, "manhaji", kitab ini disusun secara sistematis dan metodologis oleh tiga orang penulis, yaitu Prof. Dr. Musthafa al-Khan, Prof. Dr. Musthafa al-Bugha, dan Prof. Ali al-Surbaji. Sebagai santri salaf yang biasanya mengaji kitab-kitab klasik, saya saat itu cukup asing dengan kitab ini, sekaligus asing dengan nama-nama mushannif-nya. Pengajar yang membacakan kitab itu kala itu, menjelaskan bahwa kiai Asrori ingin agar para santri tidak hanya paham fikih yang "sudah jadi", tapi juga mengerti landasan metodologinya, baik al-Quran, al-Hadis, al-Ijma', maupun al-Qiyas.

Sebagai santri junior, saya saat itu belum bisa memahami dengan betul apa yang disampaikan. Intinya ya ngaji, begitu saja. Bedanya kitabnya tidak berwarna kuning, tapi putih. Banyak istilah-istilah baru yang tidak ada di kitab klasik, misalnya istilah ukuran dan timbangan, seperti gram, meter, dan lain-lain, yang digunakan dalam kitab fikih Manhaji ini. Yang jelas, saya saat itu senang sekali, karena banyak istilah dalam fikih klasik telah dikonversi dalam bahasa dan istilah modern dan kontemporer, yang tentu, menjadi lebih mudah dipahami.

Kemudian dalam fan tarikh, beliau memperkenalkan dua kitab kontemporer tentang cinta Rasul dan Ahli Bait, karya Dr. Muhammad Abduh Yamani, berjudul "Allimu Auladakum Mahabbah al-Rasul Saw.", dan "Allimu Auladakum Mahabbah Ali Baitin Nabi Saw.".

Sama dengan sebelumnya, sebagai santri junior, nama kitab dan mushannif tersebut tentu "asing" dan baru. Saat itu saya belum sampai menangkap mengapa beliau mengenalkan kitab-kitab kontemporer tersebut. Belakangan, saat menempuh pendidikan sarjana, saya baru mulai tertarik untuk menelisik lebih jauh siapa penulis kitab fikih Manhaji dan Allimu Auladakum, sebagaimana tersebut di atas. Berdasarkan penulusuran dari berbagai sumber, saya menemukan informasi bahwa penulis fikih manhaji adalah para sarjana hukum Islam terkemuka dari Syam (Syiria), yang di antaranya pernah berguru kepada Syaikh Prof. Dr. Muhammad Sa'id Ramadhan al-Buthi, dan ulama terkemuka lain.

Sedangkan Dr. Muhammad Abduh Yamani adalah seorang ulama filantropis terkemuka di Makkah, yang pernah menjabat sebagai Menteri Penerangan Arab Saudi (1975-1982), dan pernah menjadi rektor King Abdul Aziz University, Jeddah. Beliau dikenal sebagai penulis buku-buku keislaman yang cukup produktif, dan gemar mengamalkan tradisi ritual keislama  khas NU yang biasa diamalkan oleh masyarakat Indonesia, yaitu maulidan. Tidak heran jika kemudian menulis kitab tentang Mahabbah Rasul.

Saya juga mulai memahami bahwa salah satu tujuan reformulasi kurikulum fikih tersebut adalah, agar santri bisa memahami fikih (mazhab al-syafi'i, utamanya), secara metodologis (manhaji), bukan hanya fikih yang sudah berupa "paket jadi", sebagaimana dalam kitab Fath al-Qarib, dan lain-lain, yang selama ini dikaji di pesantren salaf. Pendeknya, mungkin, agar santri memiliki nalar dan pemahaman fikih yang bersifat manhaji, bukan hanya qauli.

Sementara tujuan reformulasi kurikulum tarikh, dengan kitab-kitab yang berorientasi pada cinta Rasul, yang saya tangkap adalah, upaya untuk memoderasi dan reorientasi pemahaman keagamaan generasi muda masa kini, terutama dalam aspek sejarah Islam awal. Kongkritnya, santri lebih dahulu dikenalkan dengan cinta Rasul, alih-alih dikenalkan dengan narasi sejarah jihad dan perang di masa Nabi, yang banyak tertuang dalam kitab-kitab tarikh dan sirah pada umumnya.

Hal ini bukan berarti hendak menafikan sejarah perjuangan jihad Islam awal, maupun kitab fikih klasik, karena untuk jenjang atau level yang lebih tinggi, yakni Mahad Aly atau perguruan tinggi, kitab sirah Ibnu Hisyam dalam fan tarikh, dan lain-lain, tetap dikaji. Dalam kurikulum fan fikih juga dikaji kitab Hasyiah Qalyubi wa Umairah, sebuah kitab berisi catatan pinggir (hasyiyah) atas kitab Kanz al-Raghibin karya al-Mahalli, sebagai penjelas (syarah) dari kitab Minhaj al-Thalibin karya al-Nawawi, dan kitab-kitab fikih induk lainnya.

Poin yang ingin saya highlight dalam tulisan ini adalah bahwa, Kiai Asrori al-Ishaqi, yang dikenal sebagai mursyid tarekat TQN al-Utsmaniyah, pendiri perkumpulan Jama'ah Al Khidah, dan pondok pesantren Al Fithrah itu, memiliki pemikiran, wawasan intelektual dan sistem pendidikan yang visioner dan progresif (ini terlihat misalnya, pada tahun 2007, beliau menginisiai berdirinya perguruan tinggi di lingkungan pesantren Al Fithrah). Kitab fikih manhaji, kitab fikih kontemporer yang sistematis-metodologis, yang dikenalkan oleh Kiai Asrori kepada kami pada tahun 2005 itu, kini sudah cukup populer di kalangan sarjana, santri dan masyarakat muslim di Indonesia, dan bahkan sudah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia. Gagasan moderasi pemahaman keislaman, seperti, Islam ramah, Islam mazhab Cinta, Cinta Rasul, dan lain sebagainya, yang saat ini sedang ramai digalakkan, ternyata telah lama dirintis oleh beliau. Saya sangat bersyukur pernah menjadi santri yang "menangi" ngaji kepada beliau secara langsung selama beberapa tahun (2002-2005), sebelum beliau wafat pada tahun 2009.

Semoga Allah ta'ala merahmati beliau, dan memberikan tempat yang terbaik di sisi-Nya. Aamiin.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline