Lihat ke Halaman Asli

Kuncoro Maskuri

Doktor Linguistik Pragmatik

Tindak Mengancam dalam Pemberitahuan Ujian Sekolah

Diperbarui: 24 Februari 2018   19:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Menjelang pelaksanaan tes atau ujian mid semester dan semester bagi anak-anak sekolah di Indonesia dari tingkat SD sampai SMA/SMK/MA, biasanya sekolah-sekolah tersebut membuat pemberitahuan khusus untuk murid-murid atau orang tua murid. Pemberitahuan tersebut selain berisi tentang jadwal pelaksanaan tes juga tentang ketentuan-ketentuan atau persyaratan yang harus dipenuhi oleh seorang murid agar bisa mengikuti tes atau ujian. 

Persyaratan yang harus dipenuhi oleh seorang murid tersebut umumnya berkaitan dengan kewajiban melunasi biaya administrasi bulanan/SPP atau sumbangan-sumbangan lain seperti uang pembangunan/uang gedung, uang seragam, atau uang buku. Inilah yang biasanya kurang disadari oleh pengelola sekolah, persyaratan semacam itu justru melahirkan efek psikologis yang negatif bagi murid-murid yang memang belum bisa melunasi administrasi keuangan sekolahnya karena alasan tertentu. Semangat belajar mereka bisa turun, akibatnya konsentrasi belajar mereka terganggu dan pada akhirnya hasil capaian belajar menjadi tidak/kurang baik.

Kasus seperti di atas bisa dijumpai pada pemakaian bahasa yang ditulis di dalam sebuah pemberitahuan tes dari sekolah yang antara lain berisi persyaratan mengikuti tes/ujian. Persyaratan tersebut antara lain berbunyi, misalnya, 'Telah menyelesaikan Iuran bulanan Komite Sekolah/SPP sampai bulan Oktober' , 'Telah membayar dana Sumbangan Pengembangan Sekolah minimal 50%'atau 'Telah melunasi pembayaran uang seragam'

Mungkin bagi sebagian besar pengguna bahasa (masyarakat umum), utamanya bagi para murid sekolah itu sendiri dan orangtua atau walinya, isi pemberitahuan tersebut dianggap biasa-biasa saja atau sudah lazim adanya, tidak memiliki/mengandung makna atau maksud tertentu dibalik itu. Namun tidak demikian bagi sebagian yang lain lain, pemberitahuan yang dimaksud bukan sekedar menyatakan atau menyampaikan informasi, tetapi memiliki maksud tertentu yang tersirat.

Dalam kajian linguistik (kebahasaan) ranah wacana pragmatik, pemberitahuan yang dibuat oleh sekolah tersebut bukan sekedar sebuah teks yang berisi kumpulan kata-kata atau kalimat yang memiliki satu arti atau maksud. Lebih dari itu, teks tersebut merupakan sebuah wacana penggunaan bahasa yang menunjukkan sebuah tindak tutur (melakukan sesuatu dengan kata-kata) yang memiliki arti/makna yang jauh lebih kompleks dari sekedar apa yang tampak pada tulisan atau kalimat tersebut. 

Pengelola sekolah atau pembuat teks tersebut, sebagai penutur, pada dasarnya telah melakukan sebuah tindak tutur yang oleh Austin (1975), seorang ahli linguistik pragmatik dari Inggris, dikategorikan sebagai tindak ilokusi. Tindak ilokusi menggambarkan sebuah tindak tutur yang ingin dicapai oleh penutur ketika dia menyatakan sesuatu. Tindak ilokusi ini bisa merupakan tindak tutur menyatakan, berjanji, memerintah , meminta, meramalkan, mengancam, dan lain-lain.

Berdasarkan pengertian di atas, maka contoh pemberitahuan yang dibuat oleh pengelola sekolah di atas pada dasarnya mengandung makna agar murid-murid (sebagai mitra tutur) yang belum membayar biaya pendidikan bulanan/ SPP dan atau uang pengembangan sekolah/uang gedung segera membayarnya supaya bisa mengikuti tes atau ujian. Dengan kata lain, pemberitahuan tersebut pada dasarnya adalah sebuah perintah disertai ancaman dari sekolah kepada murid-muridnya untuk melakukan kewajiban membayar biaya bulanan sekolah dan atau biaya pengembangan sekolah, karena bila belum membayarnya mereka tidak boleh mengikuti tes atau ujian.

Jadi, pemberitahuan tes/ujian yang berunsur perintah tersebut, sadar atau tidak, langsung atau tidak langsung, bisa menimbulkan perasaan tidak nyaman/terancam bagi mitra tuturnya yaitu murid-murid sekolah. Dalam linguistik pragmatik tindakan seperti ini disebut tindak mengancam muka (face threatening act). Murid-murid yang membaca pemberitahuan semacam itu, akan merasa tidak nyaman dan merasa terancam mukanya. 

Hal seperti ini tentu tidak kondusif bagi murid-murid karena suasana mental/ psikologisnya bisa berubah menjadi tidak nyaman alias terancam, akibatnya bisa mengganggu konsentrasi belajar mereka yang akhirnya bisa berujung pada hasil atau capaian belajar yang tidak baik pula. Demikian juga bagi orang tua/ wali dari para murid tersebut, ada perasaan dan pikiran yang mengganggunya lebih-lebih bila memang sedang dalam keadaan belum mampu membayar seperti yang dikehendaki pihak sekolah. Orang tua/wali murid jadi mengkhawatirkan putra/putrinya tidak akan bisa ikut ujian sekolah.

Oleh karenanya perlu pertimbangan yang bijak, hati-hati, dan cermat ketika sekolah membuat suatu pemberitahuan kepada murid-muridnya, agar mereka tetap nyaman belajar dan tidak merasa terancam. Ini perlu kita sadari bersama-sama, karena dari pemberitahuan yang mengandung ancaman tersebut, secara tidak langsug sekolah sebetulnya telah mengajarkan nilai kehidupan/karakter yang bersifat tidak kondusif (destruktif) kepada murid-muridnya. Keadaan seperti ini pasti tidak diharapkan oleh siapapun, baik oleh sekolah, orang tua murid, maupun murid itu sendiri. 

Pada pemakaian bahasa dalam hal pemberitahuan tes/ujian sekolah seperti contoh di atas, akan lebih kondusif/konstruktif bagi kondisi psikologis murid-murid bila pada bagian persyaratan diganti dengan, misalnya, "Yang belum melunasi iuran bulanan sekolah/SPP tetap diperbolehkan mengikuti tes/ujian semester', atau "Telah mengangsur dana Sumbangan Pengembangan Sekolah (sesuai kemampuan)".

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline