Lihat ke Halaman Asli

Jangan Sampai Rusak Perdamaian Aceh

Diperbarui: 17 Juni 2015   08:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

`

JANGAN SAMPAI RUSAK PERDAMAIAN ACEH

Dengan adanya insiden terhadap dua anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI) di kawasan Kabupaten Aceh Utara Kecamatan Nisam Antara, beberapa waktu lalu, yang telah menyentak publik. Setelah sebelumnya diculik, akhirnya hidup dua anggota TNI tersebut harus berakhir di tangan orang tak dikenal pada tanggal 25/3/2015. Damai Aceh pun terusik. Masyarakat diliputi kekhawatiran. Anak-anak merasa tidak lagi bebas bermain karena adanya anggapan atmosfer damai Aceh mulai kembali mencekam.

Sudah 10 tahun silam, jangan sampai kedamaian Aceh mulai dikoyak-koyak kembali oleh oknum yang tidak bertanggung jawab. Padahal penandatanganan Perjanjian Nota Kesepahaman (MoU) di Helsinki pada tangal 15 Agustus 2005 silam, adalah pertanda bahwa Aceh sudah sepakat untuk tidak angkat senjata dalam menyelesaikan persoalan bagi kekuasaan dan kesejahteraan masyarakat.Pertanda bahwa masyarakat menginginkan sebuah kedamaian dalam hidup bermasyarakat. Perjanjian MoU Helsinky tidak hanya semata sebuah kesepakatan damai yang diakhiri dengan tanda tangan kedua belah pihak yang bertikai. Namun jauh daripada itu juga harus dibuktikan dengan realisasi dalam kehidupan nyata yang damai dan sejahtera.

Menilik peristiwa yang merenggut nyawa kedua anggota TNI tersebut, penting untuk melihatnya dalam kacamata yang berbeda. Selama ini, kejahatan yang terjadi di Aceh kerap dikaitkan dengan urusan politik dan perebutan kekuasaan. Padahal daerah lain di Indonesia juga pernah terjadi hal yang sama. Tetapi mengapa kasus yang terjadi di Aceh selalu dilebih-lebihkan? Padahal tidak selamanya faktor terjadinya kekerasan dan pembunuhan itu disebabkan oleh perebutan kekuasaan atau pun ketidaksenangan terhadap suatu kelompok. Karena bisa jadi ada motif lain yang melatarbelakangi kejahatan tersebut.

Namun sayangnya, efek dari pembunuhan yang belum diketahui motifnya tersebut telah berakibat pada terganggunya stabilitas perdamaian yang ada di Aceh yang sudah dirawat selama 10 tahun lebih. Berbagai kalangan malah mengklaim bahwa peristiwa ini akan mengulang sejarah konflik Aceh masa lalu. Ada sebagian lagi yang mencoba untuk menggores luka lama di hati masyarakat Aceh dengan ancaman-ancaman yang tidak sepatutnya dikeluarkan kembali setelah penandatanganan MoU Helsinki.

Kita paham bahwa konflik merupakan warisan kehidupan sosial yang boleh berlaku dalam berbagai keadaan akibat dari pada berbangkitnya keadaan ketidaksetujuan, kontroversi dan pertentangan di antara dua pihak atau lebih secara berterusan. Soerjono Soekanto juga mengatakan bahwa konflik merupakan suatu proses sosial dimana orang perorangan atau kelompok manusia berusaha untuk memenuhi tujuannya dengan jalan menentang pihak lawan yang disertai ancaman atau kekerasan.

Banda Aceh, 6 April 2015

RAHMATSYAH




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline