Lihat ke Halaman Asli

Accept The Unacceptable..

Diperbarui: 25 Juni 2015   07:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Akhirnya banjir itu datang juga. Sejak sekitar pukul 01.00 dini hari tadi (Selasa, 3/4/12), air dari luapan Kali Pesanggrahan, dengan perlahan namun pasti, merambat memasuki halaman, teras dan ruangan di kediaman kami di wilayah Ulujami, Jakarta Selatan. Genangan air sukses mencapai ketinggian pantat orang dewasa saat tulisan ini aku buat, hampir 12 jam setelah air memasuki rumah.


Kami patut bersyukur, kami masih sempat menyelamatkan sebagian besar barang-barang kami. Berbeda dengan musibah banjir tahun 2007, air masuk dengan cepat dan hanya dalam waktu kurang dari 4 jam, air mencapai ketinggian pantatnya Hulk. Sekitar 2 meteran lah yaa.., dan mencapai ketinggian maksimal sekitar 3 meter pada musim banjir tahun 2007 itu.


Listrik yang padam saat kami baru memulai untuk memindahkan barang-barang. Istri dan anak harus mengungsi. Buang Air Besar harus berenang dulu ke mulut gang dan lanjut ke SPBU terdekat. Wah! Sungguh pengalaman yang mengesankan, namun semoga cukup sekali saja kami alami.


Semoga banjir kali ini segera berlalu. Air segera surut, dan kami bisa segera membersihkan dan membereskan rumah sebelum kemudian beraktivitas seperti sedia kala. Anak-anak bisa bermain bebas kembali. Selain itu, aku juga belum bisa membayangkan seberapa lama aku bisa menahan sakit perut ini. Hehehe. Oh Nooo!! Sungguh bukan bayangan ideal akan situasi dan kondisi yang aku harapkan.


My friends, seringkali aku harus menghadapi situasi dan kondisi yang tidak sesuai dengan harapanku. Bukankah kebanyakan dari kita pun demikian? Bukankah demikianlah kehidupan?


Setiap orang tahu bahwa kehidupan tidak selalu dan bahkan mungkin samasekali tidak berjalan sesuai harapan, namun, mengetahui dan menerima adalah 2 hal yang samasekali berbeda, Kebanyakan kita tahu namun banyak pula yang sulit untuk menerima kenyataan yang tak sesuai bayangan kita.


Banjir, diputus pacar, dipecat dari pekerjaan, kehilangan barang, ditimpa musibah adalah hal-hal yang berbeda, namun sama-sama tidak diharapkan. Apa sikapmu jika satu atau beberapa hal itu menimpamu Bro?


Kebanyakan bergantung pada situasi dan kondisi yang dihadapi. Buat beberapa orang, kehilangan barang kesayangan lebih buruk daripada diputus pacar. Ada pula yang memilih sakit gigi daripada "sakit hati". Aku sih lebih memilih sakit hati daripada sakit gigi. Sakit gigi bisa membuatku sedemikian emosional ketimbang sakit hati, tapi banyak orang yang mengalami sebaliknya.


Intinya, penerimaan orang akan satu hal bisa berbeda-beda, tapi tidakkah itu membuat kita berpikir: "Jika dia bisa, kenapa aku tidak?" Lagipula toh, menolak sebuah fakta sama dengan memalingkan muka ketika banjir bandang menerjang persis ke arah kita? Apakah itu membantu? Kita tetap di tempat dan tetap berkutat dengan masalah.


Banyak di antara kita yang sekedar "memalingkan muka" ketika menghadapi situasi dan kondisi yang tidak sesuai harapan: kita mengeluh, mengumpat, murka dan kehilangan semangat. Mungkin membuat kita merasa lebih baik, namun, jelas tidak membuat segalanya menjadi lebih baik.


Dulu waktu masih aktif mendaki gunung, aku ingat sebuah pesan jika kita tersesat yaitu: STOP; Sit, Think, Observe and Plan. Duduk/Diam, Pikirkan, Amati, dan Rencanakan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline