Lihat ke Halaman Asli

Catatan Tapol G30S di Bui Nusakambangan

Diperbarui: 26 September 2020   20:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sumber: 19651966perpustakaanonline.wordpress.com / Mars Noersmono

Sebelum saya langsung masuk ke dalam tulisan tapol atau tahanan politik yang tersangkut peristiwa G30S sehingga menjadi tahanan di bui Pulau Nusakambangan.  

Tentu karya tulis ini adalah kesaksian nyata berbentuk tulisan mantan tapol warga desa saya sendiri di pinggiran Kabupaten Cilacap, yang dalam peristiwa G30S di tahan di Pulau Nusakambangan sebagai tahanan politik.

Tidak saya sebut namanya karena saya riskan dengan identitas gambling mantan tapol tersebut meskipun ini adalah era reformasi, memungkinnya pendapat dapat ditampung siapapun dan apapun bentuk pendapat itu. Apa lagi ini adalah fakta sejarah yang harus kita terima bersama tentang G30S.

Saya mendapat catatan tulisan mantan tapol yang di bui di Pulau Nusakambangan Cilacap, Jawa Tengah, karena saya penasaran salah satu anak dari tapol tersebut bercerita kepada saya bahwa ia punya tulisan sejarah badad desa saya di pinggiran Cilacap.

Tetapi dalam catatan kecil buku ini, yang diberi judul Kunang-kunang Negri Malam, ada sepotong kisah diri penulis yang ditulis pasca menjadi tapol dalam peristiwa G30S.

Saya di sini bukan sedang mengorek luka lama dan sebagainya. Tetapi sebagai generasi muda saya ingin melihat sesuatunya dari sudut pandang sejarah yang relevan dan langsung ditulis oleh pelaku sejarah tersebut. Tentu untuk saya amati dan baca sebagai wahana pengetahuan kita bersama akan sejarah khusunya G30S.

Inilah secarik tulisan karya tapol G30S yang sebenarnya acak tetapi akan saya sajikan kembali dengan runtut bagaimana G30S dari sudut pandang tahanan politik di desa pinggiran Kabupaten Cilacap yang terseret peristiwa G30S di bui Pulau Nusakambangan.

Desa dan Peristiwa G30S  

Desa-desa yang orangnya maju tumbuh grup-grup kesenian. Dari menorah, lengger, wayang orang, ebeg, lawak, sandiwara, lindrug. Dari seni meningkat ke kegiatan politik. Orang-orang ber-ide politik banyak mendirikan partai politik sehingga pemilu 1955 ratusan partai dan gambar meski banyak tidak gegontokan.

Bung Karno memberikan peluang jor-joran organisasi dan partai. Tidak aneh missal ciri politiknya sendiri seperti teman sepermainan atau teman satu sekolahan. Untuk itu bentuk pemilihan umum di pusat dan di desa sama. Kegiatan politik lebih ramai di desa dari pada di kota.

Kegiatan seni sudah banyak masuk ke dalam politik sebagai alat politik. Maka ada partai yang didukung karena mampu memberikan seniman dan buruh di mana pun dipersatukan. Petani-petani diajar cara tanam yang berteknologi. Sampai lahirnya PP 10 tahun 1960 yaitu UUP agraria tuan tanah dikenakan persatuan kepemilikan tanah, ukuran kepemilikan tanah maksiman 7 ha per orang

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline