Lihat ke Halaman Asli

Darman Eka Saputra

Guru SDN Sukaresmi Cikalongkulon

Apapun Bisa Dioplos, Ada Apa dengan Indonesia?

Diperbarui: 16 Juli 2025   05:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

(Ilustrasi oleh Des) 

"Oplosan" Bukan Sekadar Minuman

Di berbagai pemberitaan, kita sering mendengar kasus tragis: puluhan orang tewas akibat menenggak minuman keras oplosan. Namun persoalan "oplosan" di Indonesia tidak hanya soal alkohol. Istilah ini seolah menjadi simbol dari budaya yang kian permisif terhadap manipulasi dan pencampuran nilai-nilai yang seharusnya dijaga keasliannya. Dari bensin oplosan, makanan oplosan, pupuk oplosan, hingga ijazah dan gelar palsu. Semuanya menunjukkan gejala serupa: jalan pintas demi untung sesaat.

Ketika Keaslian Menjadi Barang Mewah

Kejujuran dan keaslian, dua hal yang semestinya menjadi nilai luhur bangsa, kini makin langka ditemukan. Kita hidup dalam masyarakat yang perlahan terbiasa dengan sesuatu yang "dicampur-campur". Bahkan dalam sektor pelayanan publik, transparansi kerap "dioplos" dengan kepentingan pribadi. Hasilnya? Layanan yang amburadul, keputusan yang tidak adil, dan publik yang terus dirugikan.

Ekonomi Terdesak, Moral Dikorbankan

Banyak yang beralasan, kondisi ekonomi yang sulit mendorong sebagian masyarakat untuk "mengoplos" demi bertahan hidup. Penjual bensin eceran mencampur premium dengan air atau minyak tanah. Pedagang makanan menambahkan zat kimia berbahaya demi harga murah. Di balik tindakan ini memang ada tekanan ekonomi, tapi saat moral ikut dikompromikan, dampaknya bisa jauh lebih merusak.

Ketika Politik Pun Dioplos

Fenomena "oplosan" juga hadir dalam panggung politik. Janji kampanye kerap kali dioplos dengan retorika manis tanpa fondasi yang kuat. Kepentingan rakyat kerap digeser oleh kepentingan partai atau pribadi. Akibatnya, kebijakan publik pun kehilangan arah dan legitimasi.

Krisis Kepercayaan

Fenomena ini menunjukkan bahwa Indonesia sedang mengalami krisis yang lebih dalam dari sekadar ekonomi: krisis kepercayaan. Ketika masyarakat sudah tak percaya lagi pada keaslian produk, keaslian niat pejabat, bahkan keaslian nilai yang diajarkan di sekolah, maka kebingungan dan sinisme akan menjadi arus utama.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline