Lihat ke Halaman Asli

Khusnul Zaini

Libero Zona Mista

Menyongsong Kesendirian Melawan Pemikiran Mayoritas

Diperbarui: 16 April 2022   02:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Mungkin sore, siang atau malam hari, dalam bulan dan tahun tertentu, seorang organisatoris terjebak gelisahnya. Marah menghadapi jiwa resah, karena naluri berontaknya bersikukuh ingin tetap bertarung, melawan "Arus Pemikiran Mayoritas" pendukung para penyeleweng amanat atas mandat organisasi.

Arus pemikiran mayoritas terbentuk karena dua hal, pertama, karena ketidakpahaman memaknai sebuah permasalahan yang sebenarnya terjadi, dan kedua, karena ada kepentingan soal kemapanan status dan posisi seseorang atas kedudukan/jabatan yang sedang dinikmati.

Kutipan kata bijak pendiri organisasi Muhammadiyah KH. Ahmad Dahlan "Hidup-hidupilah Muhammadiyah, jangan mencari hidup dalam Muhammadiyah" ini, setidaknya bisa menjadi referensi dalam bersikap/bertindak bagi para organisatoris yang sedang mejaga dan berniat membesarkan eksistensi organisasinya .

Siapakah yang dimaksud oganisatoris itu, adalah individu masyarakat atau mahasiswa yang aktif di dalam sebuah organisasi tertentu (Ormas, Orsospol, Parpol, NGO, Serikat, Organisasi Profesi, Senat Mahasiswa/UKM) yang punya kepentingan membesarkan organisasinya.

Bisa jadi, menghindar menjadi pilihan terbaik, semata menjaga nilai persahabatan sesama kawan seperjuangan. Karena, melawan pergolakan pemikiran demi rasa keadilan, menjaga konsistensi sikap dan prilaku, sejatinya butuh energi ekstra dengan segala resiko ikutannya.

Mengapa harus marah dan melawan? Apakah menjadi kewajiban? Haruskah tindakan ditunaikan? Mengabaikan mungkin saja dilakukan kelompok mayoritas. Akan tetapi, sejarah akan mencatat nilai dan etika prilaku para anggotanya terhadap perjalanan sebuah organisasi.

Kata bijak KH. Ahmad Dahlan "Aku sangat yakin seyakin-yakinnya bahwa memperbaiki urusan yang terlanjur salah dan disalahgunakan atau diselewengkan adalah merupakan kewajiban setiap manusia, terutama kewajiban umat Islam" ini, mungkin bisa dijadikan referensi.

Pesan moral di atas, setidaknya relevan jika ada para pemimpin/pimpinan yang menerima mandat organisasi menyalahgunakan dan atau menyelewengkan kekuasaan. "Hidup-hidupilah Muhammadiyah, jangan mencari hidup dalam Muhammadiyah" ini, seharusnya ditunaikan seorang organisatoris.

Upaya perlawanan atas prilaku pengurus organisasi yang mengkhianati komitmen dan menyelewengkan kekuasaan itu, sejatinya bisa dimaknai sebagai bentuk kasih sayang kepada individu/pribadi dan anak istrinya, serta keluarga besarnya yang membanggakan prestasinya.

Meraih kemenangan dalam pertarungan dengan cara curang, menihilkan etika perkawanan,  mengejar eksistensi demi popularitas pribadi, hingga menganggap anggota organisasi lainnya sekedar pelengkap, adalah prilaku yang tidak termaafkan dalam perjalanan sejarah organisasi.

Para pelaku organisatoris dan pendukungnya itu, akan menderita bathinnya pada saatnya kelak. Anak, istri dan saudaranya akan menanggung beban moral menghadapi gunjingan, cibiran atau cerita diluaran yang bisa memerahkan telinga, ketika menghadiri momen-momen tertentu.

Apa yang bisa dibanggakan untuk bahan cerita dongeng menjelang tidur kepada anak dan cucunya kelak? atau kepada kawan anaknya yang ingin mendapat cerita pengalaman dirinya ketika meraih sukses dalam kiprahnya, ketika menjadi pelaku sejarah sebagai organisatoris?

Pertanyaan mendasar soal mengapa perlawanan harus ditunaikan? karena tindakan itu semata untuk menjaga dan merawat organisasi sesuai "Teori Keseimbangan atau equity theory" yang dikemukakan John Stacey Adams, psikolog kerja dan perilaku pada tahun 1963.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline