Mohon tunggu...
Khusnul Zaini
Khusnul Zaini Mohon Tunggu... Pengacara - Libero Zona Mista

Menulis Semata Mencerahkan dan Melawan ....!!!

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Menyongsong Kesendirian Melawan Pemikiran Mayoritas

16 April 2022   01:57 Diperbarui: 16 April 2022   02:16 1243
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Mungkin sore, siang atau malam hari, dalam bulan dan tahun tertentu, seorang organisatoris terjebak gelisahnya. Marah menghadapi jiwa resah, karena naluri berontaknya bersikukuh ingin tetap bertarung, melawan "Arus Pemikiran Mayoritas" pendukung para penyeleweng amanat atas mandat organisasi.

Arus pemikiran mayoritas terbentuk karena dua hal, pertama, karena ketidakpahaman memaknai sebuah permasalahan yang sebenarnya terjadi, dan kedua, karena ada kepentingan soal kemapanan status dan posisi seseorang atas kedudukan/jabatan yang sedang dinikmati.

Kutipan kata bijak pendiri organisasi Muhammadiyah KH. Ahmad Dahlan "Hidup-hidupilah Muhammadiyah, jangan mencari hidup dalam Muhammadiyah" ini, setidaknya bisa menjadi referensi dalam bersikap/bertindak bagi para organisatoris yang sedang mejaga dan berniat membesarkan eksistensi organisasinya .

Siapakah yang dimaksud oganisatoris itu, adalah individu masyarakat atau mahasiswa yang aktif di dalam sebuah organisasi tertentu (Ormas, Orsospol, Parpol, NGO, Serikat, Organisasi Profesi, Senat Mahasiswa/UKM) yang punya kepentingan membesarkan organisasinya.

Bisa jadi, menghindar menjadi pilihan terbaik, semata menjaga nilai persahabatan sesama kawan seperjuangan. Karena, melawan pergolakan pemikiran demi rasa keadilan, menjaga konsistensi sikap dan prilaku, sejatinya butuh energi ekstra dengan segala resiko ikutannya.

Mengapa harus marah dan melawan? Apakah menjadi kewajiban? Haruskah tindakan ditunaikan? Mengabaikan mungkin saja dilakukan kelompok mayoritas. Akan tetapi, sejarah akan mencatat nilai dan etika prilaku para anggotanya terhadap perjalanan sebuah organisasi.

Kata bijak KH. Ahmad Dahlan "Aku sangat yakin seyakin-yakinnya bahwa memperbaiki urusan yang terlanjur salah dan disalahgunakan atau diselewengkan adalah merupakan kewajiban setiap manusia, terutama kewajiban umat Islam" ini, mungkin bisa dijadikan referensi.

Pesan moral di atas, setidaknya relevan jika ada para pemimpin/pimpinan yang menerima mandat organisasi menyalahgunakan dan atau menyelewengkan kekuasaan. "Hidup-hidupilah Muhammadiyah, jangan mencari hidup dalam Muhammadiyah" ini, seharusnya ditunaikan seorang organisatoris.

Upaya perlawanan atas prilaku pengurus organisasi yang mengkhianati komitmen dan menyelewengkan kekuasaan itu, sejatinya bisa dimaknai sebagai bentuk kasih sayang kepada individu/pribadi dan anak istrinya, serta keluarga besarnya yang membanggakan prestasinya.

Meraih kemenangan dalam pertarungan dengan cara curang, menihilkan etika perkawanan,  mengejar eksistensi demi popularitas pribadi, hingga menganggap anggota organisasi lainnya sekedar pelengkap, adalah prilaku yang tidak termaafkan dalam perjalanan sejarah organisasi.

Para pelaku organisatoris dan pendukungnya itu, akan menderita bathinnya pada saatnya kelak. Anak, istri dan saudaranya akan menanggung beban moral menghadapi gunjingan, cibiran atau cerita diluaran yang bisa memerahkan telinga, ketika menghadiri momen-momen tertentu.

Apa yang bisa dibanggakan untuk bahan cerita dongeng menjelang tidur kepada anak dan cucunya kelak? atau kepada kawan anaknya yang ingin mendapat cerita pengalaman dirinya ketika meraih sukses dalam kiprahnya, ketika menjadi pelaku sejarah sebagai organisatoris?

Pertanyaan mendasar soal mengapa perlawanan harus ditunaikan? karena tindakan itu semata untuk menjaga dan merawat organisasi sesuai "Teori Keseimbangan atau equity theory" yang dikemukakan John Stacey Adams, psikolog kerja dan perilaku pada tahun 1963.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun