Lihat ke Halaman Asli

Ang Tek Khun

TERVERIFIKASI

Content Strategist

Tiga Babak Ingatan, Bulan Mei, Film May, dan Memori Mei

Diperbarui: 17 Mei 2019   02:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pixabay.com

Tidak mudah menikmati bulan Mei, di tahun ini. Mei yang tiba kali ini, membawa residu saling-silang dari penyelenggaraan Pilpres. Om-om dan Tante-tante, masih garang di linimasa media sosial. Emosi soal ini, masih memuncak. Seolah terjadi multiple tension massal. Atau, over tension? Entahlah. Soal yang ini, mengingatkan kita pada peristiwa sosial lain: kerasukan massal, keracunan massal, senam massal, atau demo masak massal.

Bulan Mei tahun ini juga menyedihkan. Tepatnya, membawa perasaan kesal yang memicu murka, lalu berakhir dengan kesedihan yang mendalam. Mengapa? Sebab, di bulan ini Manchester United Si Merah yang katanya Devil ini, terkapar. 

Berdarah-darah. Seolah mengalami dua periode hidup. Siklus pelatih Jose Mourinho dan siklus pelatih penggantinya, Ole Gunnar Solskjaer. Sementara era Ole sendiri, pun seolah diterpa dua gelombang emosi. Gelombang sukacita kala status yang disandangnya masih pelatih magang (caretaker), dan gelombang dukacita saat ia mengemban tugas secara sah sebagai pelatih dalam struktur formal.

Menapaki bulan Mei, di bioskop-bioskop arus utama, kita juga disuguhi film May. Ini adalah film yang berjudul lengkap "27 Steps of May". Film yang disutradarai Ravi L. Bharwani, berdasarkan tuturan penulis cerita dan skenario Rayya Makarim. Bukan film "May" produksi 2008 yang dibintangi Jenny Chang, Yama Carlos, Jajang C. Noer, Lukman Sardi, Niniek L. Kariem, Tutie Kirana, Ria Irawan, dan Tio Pakusadewo. Bukan.

Jelas juga, ini bukan film "May" yang kisahnya ditulis dan disutradari oleh Lucky McKee dengan pemeran utama Angela Bettis yang memainkan karakter tokoh May Dove Canady. "May" yang ini adalah sebuah film "American psychological horror" produksi 2002. Bertutur tentang "a lonely young woman traumatized by a difficult childhood and her increasingly desperate attempts to connect with the people around her is sent into a murderous tailspin."

Di film "27 Steps of May", karya 2019 dan lahir dari rahim perfilman Indonesia, Raihaanun (May) bermain dengan baik. Patut diberi pujian. Adegan-adegan yang seolah berulang, tidak pernah sama. Menyuratkan kedalaman, menyirat sesuatu--semacam misteri yang memberi ngilu cukup panjang.

Sang ayah, Lukman Sardi, di film ini, bermain secara mencemaskan. Mencemaskan sebab bila Lukman Sardi lengah dalam akting, dan memang ia nyaris tergoda untuk tergelincir, ia akan terbanting oleh peran "diam" May. Tokoh ketiga, adalah sang pesulap (Ario Bayu), sosok yang seolah mantan binaragawan tetapi beralih profesi. Untuk menggerakkan alur cerita, tokoh gagah ini dilembekkan sedemikian rupa pada adegan kunci. Kontras dengan tubuh tebalnya.

Berikutnya yang menarik dicatat di sini, ada tokoh lain. Ia cukup menggemaskan, diperankan dengan menarik oleh Verdi Solaiman. Sosok ini patut dinikmati. Semacam ice breaking buat penonton yang kelelahan atau terlalu sering menarik napas panjang. Sayangnya, nama diri dan nama karakter dalam film ini, tidak pampang dalam publikasi di imdb.com, sekalipun Anda sudah mengklik "See full cast".

Oya, sebelumnya saya telah menonton film "Ave Maryam", dan tergoda menjajarkan kedua film ini bersisian. Keduanya mirip, menggerakkan kisah melalui perilaku "diam". Kita disuguhi bahwa dalam "diam", ada magma emosi yang menggejolak. Sesekali terkesan luber. Kedua film ini, menyenangkan untuk ditonton, pada kecuali bagian akhir. Penyelesaian kedua film ini, dalam pandang mata saya, digayuti rasa kurang rasional. Seolah penyelesaian dari seorang penutur kisah atau visual yang sudah lelah, kehabisan stamina. Namun, tak apalah. Setiap kita sudah dibuat paham tentang esensi pergulatan yang hendak disampaikan.

Pada babak ketiga, bulan Mei, tentu saja mengingatkan--setidaknya saya--pada bulan bernama sama tetapi bertahun beda. Sebelas tahun lampau. Sebagian generasi terkini saat ini, tidak tahu mengenai hal ini. Ibarat kembang, dalam satu kuntum kembang, ada kelopak peristiwa yang kuncup. Menguncup. Berlalu dalam bayang-bayang sejarah yang berkabut. Lalu gelap. Eh, putih?

Mei yang ini, tidak ingin diingat oleh banyak orang. "Terlalu sedih dikenangkan", ungkap lirik lagu Ruth Sahanaya "Andai Kau Datang", yang nyanyikan ulang oleh Ariel NOAH. Mei yang pedih, Mei yang menusuk. Mei yang mencemaskan, Mei yang menggeramkan. Mei yang menyakitkan, Mei yang memilukan. Mei yang membuat orang-orang melengos, demi masa depan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline