Industri perfilman di Indonesia mengalami perkembangan yang signifikan akhir-akhir ini. Baik dari segi pembuatan ceritanya maupun segi alur yang sangat dinantikan penonton di Indonesia. Film-film yang tayang bahkan bisa meraup keuntungan yang luar biasa serta bisa menduduki peringkat teratas di daftar film luar negeri. Juga, dengan adanya perkembangan ini membuat masuknya film yang dapat diadaptasi ke dalam negeri.
Salah satu contohnya yaitu film "Miracle in Cell 7". Film ini dulunya merupakan karya asli dari sutradara Lee Hwan Kyung pada tahun 2013. Film ini diambil dari kisah nyata seorang pria disabilitas yang sangat menyayangi putrinya. Film "Miracle in Cell 7" yang dari Korea Selatan menjadi salah satu film yang terlaris di Korea Selatan pada tahun 2013. Dengan jumlah sebanyak lebih dari 12,8 juta penonton dalam kurun waktu 46 hari saja. Film ini mampu mengaduk perasaan penonton karena disajikan adegan-adegan yang bisa membuat tertawa dan juga bisa membuat sedih. Karena antusiasnya di kala itu sangat besar, sehingga dibuat adaptasi yang serupa di berbagai negara contohnya Turki, Filipina, India, dan juga Indonesia.
Adaptasi film "Miracle in Cell 7" di Indonesia sendiri dimulai oleh sutradara terkenal sekaligus artis yaitu Hanung Bramantyo pada tahun 2022. Juga diproduksi oleh Falcon Pictures. Perbedaan yang mendasar film ini dari serial aslinya yaitu latar belakang pemeran utama "ayah". Jika di Indonesia dikisahkan sebagai penjual balon helium, sedangkan di Korea sebagai pekerja juru parkir di sebuah pusat perbelanjaan besar. Film ini diperankan oleh Vino G. Bastian sebagai Dodo Rozak (ayah) yang mengalami disabilitas. Serta ada Graciella Abigail sebagai Ika Kartika Rozak (kecil) dan ada Mawar Eva de Jongh sebagai Kartika Rozak (dewasa). Film ini mulai tayang di bioskop pada 8 September 2022.
Plotnya dimulai pada tahun 2002. Dodo Rozak (Vino G. Bastian) adalah seorang penjual balon cacat mental dan ayah dari putrinya, Ika Kartika (Graciella Abigail). Dodo menjadi ayah yang sangat baik bagi Ika, meski harus hidup dengan banyak keterbatasan. Suatu hari, Dodo menjerit saat melihat anjing peliharaan Melati Wibisono (Makayla Rose), anak salah satu pelanggannya, pasangan suami istri bernama William (Willy) Wibisono (Iedil Dzuhrie Alaudin) dan Sonya Wibisono (Nadila). Ernesta), yang tertabrak sepeda motor namun meninggal, yang disalahartikan sebagai dirinya yang telah membunuhnya.
Saat Dodo berusaha menenangkan Melati, Melati kabur dan ditemukan tenggelam dengan kepala berdarah. Dodo terlihat melepas baju yang dikenakan Melati. Karena kedua pembantunya datang terlambat, dia didakwa melakukan pembunuhan dan pelecehan seksual terhadap Melati. Meski Dodo berusaha mengaku tidak bersalah, polisi terus menekannya untuk mengakui sebaliknya, dan ia menjadi sumber perhatian media. Memang Melati adalah putri Willy, seorang pejabat tinggi pemerintah. Dengan kekuatan yang dimilikinya, Willy bersikeras agar Dodo dieksekusi bagaimanapun caranya, untuk membalas kematian putranya.
Beberapa hari setelah kasus tersebut direkonstruksi, Dodo dijebloskan ke penjara. Ia diperlakukan kasar oleh petugas dan sutradara bernama Hendro Sanusi (Denny Sumargo) karena dianggap durhaka dan terbelakang. Ia ditempatkan di sel nomor 7, dengan Japra "Mandor" Effendi (Indro Warkop) sebagai pemimpin sel nomor 7, dan empat anak buahnya, Zaki (Tora Sudiro), Yunus "Bewok" (Rigen Rakelna), Menempati. Atmo "Gepeng" (Indra Jegel) dan Asrul "Bule" (Bryan Domani). Awalnya Dodo dianiaya oleh mereka berlima, apalagi setelah mengetahui Dodo telah membunuh dan menganiaya anak kecil. Namun kejadian Dodo menyelamatkan Japra saat terjadi perang antar tahanan membuat mereka berlima berteman baik dengan Dodo. Mereka berencana mewujudkan keinginan Dodo untuk bertemu anaknya, Kartika.
Sekolah Kartika diundang untuk menampilkan pertunjukan Islami bagi para narapidana. Kesempatan ini dimanfaatkan untuk memasukkan Kartika ke dalam sel sesuai keinginan Dodo. Saat ketahuan, Dodo dibawa ke sel isolasi dan Kartika ke panti asuhan. Suatu ketika, terjadi kerusuhan di penjara yang berujung pada kebakaran. Hendro, kepala pengawal, ditindas kabinet dan berusaha meminta bantuan. Dodo mampu menyelamatkannya meski terluka parah. Sejak kejadian itu, Hendro mulai menyukai Dodo dan menyadari kepolosan serta ketulusannya saat berpura-pura tidak bersalah. Hendro pun mengajak Dodo kembali ke sel 7 dan mengizinkan Kartika kembali ke sel. Bahkan, Hendro malah membawa Kartika untuk tinggal bersamanya.
Dengan begitu, komplotan Japra mengetahui apa yang sebenarnya terjadi pada Melati saat itu. Ternyata setelah Melati lari dari Dodo yang menghampirinya, Melati tersandung tali, terbentur meja, lalu terjatuh ke dalam kolam dan meninggal. Dodo menggunakan kayu untuk mengeluarkannya dari kolam renang tetapi tidak dapat menghubunginya karena jaraknya terlalu jauh. Dodo masuk ke dalam kolam dan mengeluarkan Melati. Ia kemudian menanggalkan pakaian Melati, teringat nasehat mendiang istrinya Juwita agar orang yang tenggelam sebaiknya membuka pakaian agar tidak masuk angin. Fakta tersebut membuat komplotan Japra dan narapidana lainnya turut prihatin atas nasib Dodo yang seolah difitnah. Sejak saat itu, Dodo semakin dicintai.
Beberapa bulan kemudian, setelah mengumpulkan bukti-bukti nyata, Hendro mengajukan banding, namun bertepatan dengan kembalinya ayah Melati, Willy, menjadi gubernur. Saat itu, ia menjatuhkan hukuman berat atas kasus pelecehan anak, yang berarti peluang Dodo untuk keluar dari penjara sangat kecil. Mendengar kronologi kejadian Dodo, Japra dan narapidana lainnya menyusun kalimat untuk disampaikan Dodo di pengadilan, karena Dodo kesulitan mengungkapkan pikirannya secara lisan. Pengacaranya, Ruslan, menekannya agar mengakui bahwa dialah yang membunuh Melati. Jika tidak, nyawa Kartika akan terancam. Di hari persidangan, Willy menghampiri Dodo dan merobek naskahnya. Dodo terpaksa mengakui bahwa dialah yang membunuh dan menganiaya Melati. Pengadilan juga memutuskan Dodo harus dijatuhi hukuman mati. Dengan berat hati, semua tahanan dan penjaga mengucapkan selamat tinggal padanya dan pergi bersamanya. Lambat laun, Kartika menyadari apa yang terjadi dan menangis sambil berkata bahwa ia tidak akan pernah bertemu ayahnya lagi.
Pada tahun 2019, Kartika dewasa (Mawar Eva de Jongh) menjadi pengacara. Ia bertemu kembali dengan Japra dan kawan-kawan yang kini bebas menjadi saksi dalam sidang tingkat banding (PK) kasus ayahnya. Setelah memihak dan mendukung kesaksian Hendro, dengan berlinang air mata ia membenarkan bukti-bukti lain, termasuk hasil otopsi Melati yang tidak menunjukkan adanya kekerasan fisik dan seksual. Ia pun yakin banyak penyandang disabilitas yang mengalami penderitaan seperti ayahnya. Pada akhirnya Dodo dinyatakan tidak bersalah oleh hakim. Kartika terharu karena berhasil mengembalikan nama baik sang ayah meski sang ayah telah tiada. Saat keluar dari gerbang penjara, Kartika melihat bayangan ayahnya terbang keluar penjara dengan balon udara mengikuti mimpinya "terbang" menemui istrinya, melambangkan ketidakhadirannya.
Dari film ini dapat kita lihat keunggulan dalam feel yang didapat oleh para penonton. Sehingga pesan serta kesan yang ada di film itu dapat tersampaikan dengan baik. Kemudian, dari segi alur ceritanya yang tidak membosankan karena emosi kita dibawa naik turun sepanjang kita menontonnya. Terlepas dari film yang mengharukan serta membahagiakan, ada juga kekurangan yang ada. Contohnya plot yang kosong, ada beberapa adegan yang "diskip" dan tidak dijelaskan secara detail. Lalu, film adaptasi versi Indonesia ini hanya fokus terhadap pemeran Dodo Rozak. Tidak dijelaskan secara rinci perjuangan anaknya yang ada di luar penjara.