Lihat ke Halaman Asli

Dwi Jatmiko

Wakil Kepala Sekolah Bidang Humas

Cara Meneladani Nabi dan Telaah Integrasi Islam dan Sains

Diperbarui: 8 Oktober 2022   07:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jurnalistik Cilik Salam Literasi, Cara Siswa Menggapai Garansi Nabi Muhammad Saw dengan banyak belajar menjadi jurnalis cilik/dokumen pribadi(7/10/22)

Problematika yang dihadapi umat Islam adalah tentang ilmu pengetahuan yang semakin berkembang seiring berkembangnya zaman di era industri 4.0 menuju era society 5.0. 

Integrasi ilmu, islamisasi ilmu, atau pengilmuan Islam, meski dengan substansi dan arah berbeda, saat ini menjadi tema yang semakin hangat diperbincangkan di intelektual Muslim, dengan proyek keilmuan integrasi ilmu, berhadapan dengan dominasi pemikiran dan ideologi, Marxisme, Sekularisme, Kapitalisme, Eksistensialisme, dan Atheis.

Benturan pemikiran dan ideologi Marxisme, Sekularisme, Kapitalisme, Eksistensialisme, dan Atheis sangat mengelisahkan beberapa pemikir-pemikir Muslim yang kemudian memunculkan tema, baik islamisasi ilmu, pengilmuan Islam, maupun integrasi ilmu dengan kandungan dan arah yang berbeda. Semisal Ismail R. al-Faruqi, Ziauddin Sardar, dan Syed Naquib al Attas, dan Ali Syari'at[1].

Kelahiran para pemikir-pemikir, kini juga diiringi dengan berdirinya lembaga-lembaga yang memfokuskan misinya dalam upaya integrasi ilmu, seperti The International Institute of Islamic Thought (al-Ma'had al-'lam li al-Fikr al-Islm), didirikan oleh Ismail R. al-Faruqi dengan sentralnya di Amerika Serikat. Lembaga ini, juga mendirikan kantor-kantor cabang di beberapa negara, antara lain di Indonesia, Malaysia, dan Yordania.

Islamisasi ilmu (islmiyyat al-ma'rifah), yang diusung lembaga ini membuahkan hasil dengan sejumlah ide-ide teoretis dan penerapannya. Di Yordania, misalnya, lembaga ini menerbitkan sejumlah karya-karya ulama yang memiliki visi integratif, antara lain karya Fath Hasan Malkw[2].

Alangkah baiknya, umat Islam memberi perhatian lebih terhadap perkembangan zaman saat ini, ilmu pengetahuan sudah tercampuri oleh budaya barat yang mencoba melepas nilai-nilai agama pada ilmu pengetahuan sehingga menyebabkan hilangnya peran agama di dalam ilmu pengetahuan tersebut, untuk itu perlu dilakukan suatu upaya mengintegrasikan ilmu-ilmu umum dengan ilmu-ilmu keislaman, sehingga ilmu-ilmu umum tersebut tidak bebas nilai yang disebabkan faham sekularisme.[3]

Keinginan untuk merumuskan model integrasi ilmu semakin menguat di Indonesia akhir-akhir ini, karena perkembangan Lembaga pendidikan tinggi Islam, seperti Institut Agama Islam Negeri (IAIN), beralih status menjadi Universitas Islam Negeri (UIN). 

Peralihan dari isntitut menjadi universitas tidak hanya meniscayakan perubahan formasi fakultas-fakultas dengan tambahan fakultas-fakultas ilmu pengetahuan umum, melainkan dari aspek epistemologi mewajibkan juga menata kembali hubungan antara Islam berhadapan dengan ilmu pengetahuan[4].

Kebutuhan yang mendesak secara kelembagaan ini melahirkan ide-ide tentang integrasi ilmu, semisal di tangan M. Amin Abdullah dengan idenya tentang "jaring laba-laba keilmuan", Imam Suprayogo dengan idenya tentang "pohon ilmu", dan Azyumardi Azra dengan reintegrasi ilmu-ilmu yang bersumber dari qauliyyah dan kauniyyah. 

Di antara salah satu hal yang membedakan antara para penggagas secara instituasional dari lembaga perguruan tinggi keagamaan Islam ini, seperti M. Amin Abdullah, Imam Suprayogo, dan Azyumardi Azra, dengan para penggagas ide serupa yang bukan berasal dari perguruan tinggi Islam, seperti Kuntowijoyo dan M. Dawam Rahardjo.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline