Lihat ke Halaman Asli

Gunawan Wibisono

TERVERIFIKASI

Palembang, Sumatera Selatan

Ketika Covid-19 Bertamu

Diperbarui: 14 April 2021   10:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Kali ini saya ingin bebagi pengalaman kepada sahabat kompasiana tentang Covid-19. Sebelumnya, saya mengucapkan selamat melaksanakan ibadah puasa ramadhan bagi sahabat kompasiana yang melaksanakannya.

Bermula, sekitar akhir Juli 2020 isteri saya mengeluh tidak enak badan dan demam disetai dengan nyeri-nyeri otot, kemudian bersegera saya membawanya ke dokter umum dan didiagnosa menderita gejala tipus, karena pandemi Covid-19 tengah merebak tentu isteri saya diwajibkan pula melakukan rapid test dan hasilnya negatif.

Dua hari kemudian, kondisi kesehatan isteri saya tidak juga membaik bahkan tidak dapat lagi menerima asupan makanan karena setiap menelan makanan dan minuman akan muntah dan tentu dapat berakibat dehidrasi dan kondisi ini semakin memperparah penderitaannya.  

Kemudian saya berinisiatif membawa isteri ke rumah sakit terdekat di kota kami, ketika itu telah cukup larut sekitar jam 9.30 malam dan langsung diambil tindakan oleh dokter jaga di ruang UGD. Dengan cekatan tenaga medis segera memasang infus dan alhamdulillah kondisi isteri saya terlihat lebih tenang dan bugar. 

Meski isteri saya telah dirapid oleh dokter umum, namun rumah sakit menyarankan untuk dilakukan rapid test kembali dan saya menyetujuinya namum kali ini disertai pula dengan tindakan rontgen thorax. Alhamdulillah, rapid testnya juga negatif namun menurut dokter yang merawat dari hasil rontgen thorax ditengarai terdapat peradangan dan infeksi pada paru-paru (pneumonia) isteri saya dan meski hasil rapid testnya negatif dokter menyarankan untuk dilakukan penanganan khusus lebih lanjut di rumah sakit rujukan Covid-19 di kota kami dan dokter menekankan agar dilakukan swab test untuk memastikan penyakit yang diderita isteri saya.

Berdasarkan hasil pemeriksaan medis tersebut, rumah sakit tidak berkenan menerima permohonan saya untuk merawat isteri saya di sana meski saya telah menyampaikan bahwa isteri saya ini menderita gejala tipus dan bukan terkena Covid 19 karena telah dua kali dilakukan rapid test dan hasilnya negatif, saya berargumen bahwa setelah dilakukan tindakan infus, kondisi isteri saya telah berangsur membaik. Namun dokter spesialis yang merawat tetap menyarankan agar isteri saya dirawat di rumah sakit rujukan Covid 19 dan sesegera mungkin melakukan swab test.

Saya menghormati keputusan rumah sakit dimaksud namun saya mengambil keputusan untuk merawat isteri saya di rumah saja alias isolasi mandiri dan keesokan harimya saya melakukan swab test untuk isteri saya di rumah sakit yang berbeda dan itu dilakukan secara drive thru tanpa turun dari kendaraan kami.

Di sini bermula persoalan lainnya muncul, hasil swab test baru dapat diketahui beberapa hari kemudian sembari menunggu hasilnya, kembali saya berusaha agar isteri saya dapat dirawat di rumah sakit non rujukan Covid 19, mengingat isteri saya sudah tidak dapat lagi menelan makanan dan kondisinya sudah sangat lemah meski sebelumnya telah sempat membaik ketika di infus di rumah sakit yang awal kami datangi. 

Namun apa boleh buat tidak satupun rumah sakit yang mau merawat isteri saya apapun alasan yang saya sampaikan dan pihak rumah sakit hanya dapat menyarankan agar menunggu hasil swab test terlebih dahulu atau isteri saya dirawat di rumah sakit rujukan Covid 19.

Saya berketetapan tidak ingin isteri saya di rawat di rumah sakit rujukan Covid 19 apalagi hasil swab testnya belum diketahui dan saya mengambil resiko untuk merawatnya sendiri di rumah apapun hasil swabnya kelak.

Meski dari rumah, saya tetap berusaha dan tidak berputus asa berupaya menghubungi berbagai rumah sakit atau setidaknya klinik agar isteri saya dapat dirawat dengan baik dan didampingi dokter tentunya. Tak hentinya saya memanjatkan doa, dan akhirnya alhamdulillah ada satu klinik kecil dan dokternya beserta tenaga medis lainnya mau mengambil resiko merawat isteri saya meski saya telah menceritakan dengan jujur tentang apa yang menimpa kami sebelumnya. Tindakanpun segera diambil, diantaranya isteri saya kembali diinfus dalam kondisinya yang sudah sangat lemah bahkan sulit sekali jarum infus dapat bekerja menembus pembuluh darahnya, susternya bekerja ekstra keras berkali-kali menusukkan jarum infus dari tangan bahkan pindah ke kaki mungkin karena isteri saya telah kehabisan cairan.  

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline