Lihat ke Halaman Asli

Kazena Krista

TERVERIFIKASI

Fotografer

May Day dan Catatan Singkat tentang Hak-hak yang Tak Pernah Mereka Suarakan

Diperbarui: 1 Mei 2021   05:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ilustrasi buruh. (sumber: Kompas/Toto S)

"Kau tak akan tahu apa yang dilakukan orang tua sebagai bentuk rasa kasih sayang sampai kau benar-benar telah menjadi orang tua!"

Jelas sekali kalimat yang sedikit itu kerap dijadikan tameng para orang tua apabila mendapati anaknya melakukan perbuatan yang diluar batas kewajaran—alih-alih tidak melakukan sesuatu terhadap apa yang mereka inginkan.

Saya tak perlu jauh-jauh mencari contoh sebagai bukti konkret pembenaran akan hal itu karena orang tua saya pun melakukannya kalau saya "ngeyel" terhadap mereka: mereka juga akan mengeluarkan kalimat pamungkas tersebut. 

Ya, kalau mau jujur, saya memang tipikal orang yang berkepala batu. Bahkan saya tak sungkan berkata—pada beberapa orang di ruang lingkup terdekat, sebelum saya memberitahumu dalam tulisan ini—jika kepala saya diadu dengan batu, batu lah yang akan hancur dan kepala saya utuh.

Masa kecil saya terbilang mandiri. Sebagai anak sulung, apalagi perempuan, almarhumah mama saya menginginkan saya tumbuh sebagai perempuan yang cakap dalam mengerjakan banyak hal dalam urusan domestik rumah tangga—yang pada akhirnya justeru menimbulkan pergolakan hebat dalam diri saya dan menjadikan siapa saya hari ini. If you know what I mean.

Sejak sebelum masuk sekolah dasar pun, saya sudah diajari ini dan itu. Dituntut untuk selalu tangkas mengerjakan sesuatu. 

Perihal mengasuh? Tenang, saya punya track record yang sangat mumpuni menyoal ini karena saya pun membantu mama mengasuh kedua adik saya sekalipun mama—pada akhirnya—turut andil membantu perekonomian keluarga kami tanpa melepas tugas-tugas domestiknya sebagai ibu rumah tangga. Beliau adalah "kepala" dan saya anak buahnya. 

Saya tumbuh dari keluarga yang sangat pas-pasan. Perlu dicetak tebal dan digarisbawahi: SANGAT.

Jadi, sekalipun genting keadaaannya, sekalipun saya dan dua orang adik saya saban hari ditinggal-tinggal pergi (karena bapak dan mama saya bekerja), keluarga saya jelas tidak punya cukup banyak uang membayar pembantu rumah tangga—alih-alih pengasuh anak untuk menjaga kami di masa-masa itu.

Saya tidak bermaksud ingin menyamakan limit pas-pasan keluarga saya dulu padamu, Kawan. Saya juga tak mengganggap zaman sekarang sesuatu yang "wah" untuk dipandang. 

Tetapi, dulu di masa tahun 90-an—sependek ingatan saya yang saya tahu—masih sangat jarang orang menyewa jasa pembantu rumah tangga, apalagi pengasuh anak. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline