Bisakah Ekosistem Pendidikan Tinggi Bangkit Bersama ADB?
"Riset bukan hanya soal pengetahuan, melainkan keberanian menjembatani mimpi dan realitas."
Oleh Karnita
Pendahuluan
Apa jadinya jika perguruan tinggi hanya menjadi menara gading tanpa jembatan menuju industri? Pertanyaan ini mengemuka setelah berita “Membenahi Ekosistem Pendidikan Tinggi, Kemendiktisaintek Gandeng ADB” dimuat di Pikiran Rakyat (28 Agustus 2025). Laporan itu menyoroti pertemuan Kemendiktisaintek dengan Asian Development Bank (ADB) pada 27 Agustus 2025 di Jakarta.
Kerja sama itu terasa relevan di tengah kebutuhan mendesak bangsa untuk memperkuat daya saing global. Riset, sains, dan inovasi bukan lagi pilihan, melainkan syarat mutlak bagi pembangunan berkelanjutan. Tidak berlebihan jika kolaborasi ini menyalakan harapan baru bagi ekosistem pendidikan tinggi kita.
Penulis tertarik karena isu ini menyentuh jantung problematika pendidikan nasional: keterputusan antara hasil riset dengan kebutuhan masyarakat. Kolaborasi lintas lembaga internasional seperti ADB bisa memberi arah baru. Namun, optimisme ini tetap harus dibarengi refleksi kritis agar kerja sama tidak berhenti di atas kertas.
1. ADB dan Komitmen Global bagi Pendidikan
Pertemuan Kemendiktisaintek dengan ADB menjadi tonggak penting dalam upaya memperkuat ekosistem pendidikan tinggi. ADB menegaskan komitmennya melalui instrumen analisis kebijakan, pertukaran pengetahuan, hingga reformasi sistem. Semua itu dirancang untuk mendorong produktivitas dan pembangunan berkelanjutan di Indonesia.
Dalam konteks global, kerja sama semacam ini sebenarnya bukan hal baru. Namun, tantangan terletak pada sejauh mana implementasi mampu menggerakkan perguruan tinggi dari rutinitas administratif menuju pusat inovasi. Tanpa konsistensi, kolaborasi hanya akan menjadi seremoni.