Lihat ke Halaman Asli

Kamalia Purbani

Pemerhati Pemerintahan, Lingkungan Hidup dan Pemberdayaan Perempuan

Lathi, Tutur Kata

Diperbarui: 3 April 2022   10:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Saya punya kebiasaan baru setelah pensiun dari PNS, yaitu pagi-pagi mendengarkan musik dari podcast atau radio sambil beres-beres rumah atau sekedar olahraga ringan. Rasanya cukup bermanfaat untuk mengawali hari agar lebih bersemangat.

Pagi ini sebuah radio mengumandangkan lagu berjudul Lathi yang dinyanyikan oleh Sara Fajira Bersama Weird Genius. Saya sangat menyukai irama, aransemen serta lirik yang dinyanyikan. Lathi sendiri berasal dari bahasa Jawa kuno yang artinya ucapan , tutur kata; lidah. 

Konon lagu ini menceritakan tentang seseorang yang mengalami toxic relationship yang penyebab utamanya adalah ucapan. Lagu ini merupakan salah satu lagu favorit saya yang tidak pernah bosan saya dengarkan.

Begitu dahsyatnya pengaruh ucapan, diperkuat oleh pendapat seorang psikolog bernamaLiza Marielly Djaprie yang mengatakan bahwa kekerasan verbal beririsan dengan kekerasan psikologis, yang dampaknya lebih buruk dari kekerasan fisik yang bekasnya terlihat dan bisa disembuhkan dengan obat-obatan. 

Kekerasan verbal, menurutnya, akan membutuhkan waktu pemulihan yang cenderung lama melalui terapi dan pendampingan, karena sifatnya yang abstrak. Sejumlah penelitian membuktikan kalau korban kekerasan verbal bisa mengalami trauma psikologis yang serius serta kekerasan ini juga sangat mungkin menghancurkan hubungan pasangan.

Secara teoritis, pengertian kekerasan verbal merupakan "kekerasan terhadap perasaan". Mengeluarkan kata kata kasar tanpa menyentuh fisik, kata-kata yang memfitnah, kata-kata yang mengancam, menakutkan, menghina atau membesar-besarkan kesalahan orang lain merupakan bentuk dari kekerasan verbal (Sutikno, 2010)

Bisa jadi kita semua tanpa disadari pernah melakukan kekerasan verbal, baik kepada pasangan, anak, rekan kerja, bawahan, pekerja rumah tangga, karena kurangnya pengetahuan kita terhadap dampak yang diakibatkan apabila kita melakukan itu secara terus menerus. Mungkin juga banyak orang yang belum tahu bahwa apa yang kita lakukan itu termasuk kedalam jenis kekerasan verbal.

Jenis kekerasan verbal yang paling mudah dikenali adalah membentak. Membentak, menghardik, atau meneriaki seseorang memang bisa membuat mental korban trauma. Ternyata masih banyak bentuk kekeraan verbal lainnya yang sering tidak disadari oleh pelakunya yaitu: menghakimi, mengkambinghitamkan, menyindir, mempermalukan, mengintimidasi secara halus bahkan mendiamkan (silent treatment).

Dampak buruk kekerasan verbal bisa menjadi lebih serius bila dilakukan terhadap anak. Kekerasan verbal dapat mengakibatkan gangguan emosi, konsep diri rendah, agresif, hubungan sosial, gangguan perkembangan kognitif, perkembangan otak terlambat bahkan bisa menyebabkan bunuh diri.

Mengapa seseorang melakukan kekerasan verbal, ternyata banyak sekali faktor yang mempengaruhinya. Beberapa sumber menyatakan bahwa seseorang melakukan kekerasan verbal karena waktu kecil dia mengalami perlakuan kejam dari orang tuannya. 

Orang tua agresif melahirkan anak-anak yang agresif, yang pada gilirannya akan menjadi orang dewasa yang menjadi agresif. Gangguan mental (mental disorder) ada hubungannya dengan perlakuan buruk yang diterima manusia ketika dia masih kecil (Rakhmat, 2007). Faktor penyebab lainnya adalah keluarga, ekonomi, sosial budaya dan juga lingkungan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline