Lihat ke Halaman Asli

M.Kabul Budiono

Dosen, tetap suka menulis, pemerhati masalahj sosial dan praktisi seni budaya

Catatan Kemerdekaan ( 1 ) ; Dapatkah Kita Memerdekakan Anak Dari Gadget ?

Diperbarui: 5 Agustus 2025   15:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 dari ilustrasi berita di https://makassarmetro.com/

Dua siswa kelas VII SMP di Kota Cimahi berhenti sekolah selama setahun karena harus menjalani perawatan kesehatan jiwa akibat kecanduan game online. Mereka tidak hadir di pembelajaran jarak jauh dan mengalami gangguan serius hingga harus dirawat.  Berita ini dimuat di berbagai media, antaralain Detik.News seiring banyaknya kasus anak anak yang kecanduan bermain game online.


Mari kita simak Laporan We Are Social (2024) menyebutkan bahwa rata-rata anak dan remaja di Indonesia menghabiskan lebih dari 5 jam per hari di depan layar gawai. Bahkan, survei KPAI mencatat bahwa lebih dari 60% anak usia sekolah dasar telah kecanduan game online, dengan dampak serius terhadap prestasi belajar, interaksi sosial, bahkan kesehatan mental.Fakta ini saya kemukakan, tanpa melupakan bahwa gawai dalam berbagai jenis dan bentuknya juga telah menjadi pemenuh kebutuhan kita di era digital. Kita harus jujur menyatakan bahwa  gawai adalah alat bantu.


Persoalan atau Masalahnya terletak pada penggunaan tanpa kendali . Selain itu remaja dan anak anak kita mengalami minimnya literasi digital. Juga dikalangan sebagian orang kita.  Gadget yang seharusnya menjadi sarana bantu komunikatif, bisnis dan edukatif, justru  banyak digunakan sebagai pengalih perhatian, bahkan sebagai "penenang" anak yang rewel. Di tempat makan, sering kita lihat para orang tua membiarkan anaknya main gawai, agar tidak menganggu orang tuanya menikmati makanan. Atau di rumah makan ataupun di rumah, anak-anak diberi kesempatan main gawai, sambil makan, atau agar mau makan. Di rumah juga demikian, anak anak lebih banyak menghabiskan waktunya untuk bermain game, ketimbang bermain bersama teman temannya, belajar atau mengerjakan tugas rumah.  Dalam psikologi dikenal  fenomena yang disebut psikolog sebagai digital pacifier syndrome---di mana anak bergantung secara emosional pada gawai.


Pertanyaannya adalah bagaimana kita memerdekaan anak anak kita, atau cucu cucu kita dari ketergantungan atau kecanduan gawai ?  
Kemerdekaan dari candu gawai dan game bukan proses instan.  Ada saran dari kalangan pendidik dan psikolog yang dapat kita manfaatkan.


Pertama menciptakan waktu dan ruang tanpa gawai atau istilahnya No gadget zone, misalnya, no gadget zone di meja makan, kamar tidur, dan waktu ibadah. Libatkan seluruh anggota keluarga.

Kedua menggantikan waktu bergawai dengan aktivitas bermakna. Kita ajak anak atau cucu kita membaca buku  membaca buku,   menggambar, atau bermain. 


Dan jangan lupa berikan keteladanan digital dari orang tua. Jangan mengharapkan anak  berhenti main HP jika kita sendiri terus menunduk di depan layar, asyik sendiri dengan hp.   Anak butuh perhatian, bukan hanya hiburan. Sering kali candu gawai adalah sinyal anak merasa kesepian atau tidak dihargai.  


Kita merayakan kemerdekaan bangsa setiap tahun, tapi jangan lupakan bahwa kemerdekaan batin anak-anak dari ketergantungan digital adalah perjuangan zaman ini. Atau  kita akan membiarkan generasi muda kita menjadi penonton di dunia nyata dan pahlawan hanya di dunia maya?

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline