Persahabatan Sedang Diuji
Kawasan Ciwidey, Sabtu malam 11 Januari 1958
"Widy! Aku masih heran mengapa gerombolan itu tahu kamu terhubungan dengan Herlanda, hingga wajib hadir? Kalau Hein mungkin saja, karena kita pernah ke perkebunan milik Papa Hein," ujar Syafri dalam mobil sedan chevrolet milik ayah Angga.
"Yang tahu hanya satu orang. Mungkin Hardja, mantan aku kalau di luar Bandung Memang Hebat atau teman-teman aku," jawab Widy lirih.
Angga mengepal tangan. Dia mengemudi. Di sampingnya Hein. Sementara Syafri dan Widy di belakang. Yoga juga ikut bersama Utari, Rinitje. Itu agar keluarga mereka tidak curiga. "Hardja lagi?"
"Untung kita tidak dibuat repot oleh adikmu Kinan. Tahu-tahu dia bisa muncul di mobil."
"Siang tadi dia aku ungsikan ke rumah kamu sejak pagi," kata Widy. Kepada Syafri. "Abah dan Ambu setuju dia menginap malam ini. Kinan senang karena dia bisa dapat suasana baru. Katanya di telepon ada anak sebayanya, anak Om Hanief."
"Cerdik. Menghadapi anak super atraktif seperti dia harus lebih cerdik," kata Syafri. "Kakaknya kan lebih cerdik."
Angga membuka laci, Hein menengok pistol Luger berisi 8 peluru dan ada empat peluru lainnya. Hein menghela nafasnya. "Dari mana Angga mendapat senjata itu?.
"Aku sembunyikan waktu razia Agustus 1951. Punya kakekku almarhum sebelum peran. Bapakku melaporkan hilang entah ke mana waktu masa Perang. Entah bisa digunakan atau tidak karena tidak pernah dicoba. Tetapi selalu aku bersihkan diam-diam."