Lihat ke Halaman Asli

Jujun Junaedi

TERVERIFIKASI

Penulis dan Pendidik dari Bandung 31324

"Maafkan Aku, Pancasila": Ikrar 13 Tahun di Hari Sakti

Diperbarui: 1 Oktober 2025   17:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Surat: Kepada Sang Pancasila. | Dok. Pribadi/Jujun Junaedi

Pagi ini, tanggal 1 Oktober, suasana rumah terasa istimewa. Hari ini bukan hanya peringatan Hari Kesaktian Pancasila bagi seluruh bangsa Indonesia. Bagi kami sekeluarga, hari ini juga adalah hari kelahiran anak bungsu kami, yang kini genap berusia 13 tahun.

Sudah menjadi kebiasaan, setiap 1 Oktober, kami selalu mengenang dua hal. Pertama, perjuangan pahlawan revolusi yang gugur demi mempertahankan ideologi bangsa. Kedua, momen haru 13 tahun lalu saat anak bungsu kami lahir melalui operasi caesar tepat di tanggal keramat itu.

Anak kami saat ini duduk di bangku kelas 7 SMP. Dia adalah tipikal remaja yang sibuk dengan dunianya, tetapi sesekali menunjukkan pemikiran yang dalam dan tidak terduga. Kami tidak pernah menyangka, pagi ini akan menemukan sebuah catatan yang membuat kami terdiam.

Catatan itu berupa selembar kertas putih bergaris, ditulis dengan tinta hitam yang rapi. Di bagian atas kertas, dengan huruf kapital yang tegas, tertulis: "Kepada Sang Pancasila."

Sebuah surat yang ditujukan kepada dasar negara, bukan kepada orang tua atau teman. Ini adalah hal yang unik, sebuah bentuk komunikasi yang sangat tidak biasa dari seorang anak remaja di era digital. Rasa penasaran segera menyelimuti kami.

Kami mulai membaca penggalan awal surat itu, yang ternyata menceritakan ulang sejarah yang kami kenang setiap tahun. Ia menulis tentang kelahirannya yang disesar pada 1 Oktober 2012, bertepatan dengan Hari Kesaktian Pancasila.

Dia melanjutkan narasinya dengan mengingat kembali tragedi kelam 30 September 1965. Gerakan yang ingin mengganti ideologi Pancasila. Tujuh Pahlawan Revolusi yang gugur dan dibuang di sumur tua di Lubang Buaya, Jakarta, demi mempertahankan ideologi negara.

Anak kami menuliskan bagaimana kekuatan anak bangsa Indonesia saat itu berhasil melumpuhkan gerakan kudeta. Momen heroik itu yang kemudian ditandai sebagai bukti bahwa Pancasila Sakti, tidak bisa digantikan oleh ideologi manapun.

Setelah paragraf pembuka yang sarat sejarah itu, barulah sang anak menuangkan isi hati yang sesungguhnya. Inti dari surat tersebut, yang menjadi alasan kuat kami memberi judul ini.

Ia menuliskan kalimat: "Maafkan aku, Pancasila." Kalimat itu langsung menusuk. Sebuah permintaan maaf yang ditujukan kepada sebuah konsep, sebuah ideologi yang selama ini dia pelajari di sekolah.

Pengakuan Jujur Seorang Remaja kepada Ideologi Bangsa

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline