Lihat ke Halaman Asli

Josua Gesima

Mahasiswa S2

Ruang Publik Indonesia Membasmi Politik Identitas Rasisme Nasionalisme dan Populisme

Diperbarui: 8 November 2022   23:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Kasus yang terjadi kurun waktu 2014-2019 di Daerah Istimewa Yogyakarta melaporkan peningkatan intoleransi di antaranya: penolakan warga terhadap pendatang non-muslim di Pleret Bantul, pencabutan IMB Gereja Pantekosta di Indonesia (GPdI) Sedayu Bantul, dan pembubaran upacara doa keagamaan di Pajangan Bantul, penyebabnya adalah "politik identitas" yang di mana faktor institusi (negara) yang diduga melakukan pembiaran, regulasi yang diskriminatif (negara), aktor-aktor lokal yang intoleran, dan masyarakat sipil (non-negara) (Kompas.com, 2019). Sehingga bila hal ini terus berlanjut maka akan menimbulkan ancaman perpecahan bangsa dan kehidupan masyarakat. 

Menurut hemat saya bahwa politik identitas adalah memperjuangkan siapa mendapat apa, bagaimana, kapan, namun dengan metode dan kontestasi ikatan simbol kultural primordial (agama, kesukuan, kedaerahan, dan ras) dengan konsep yang lebih dalam antara pembedaan (disidentifikasi) dan pemanfaatan (utilisasi) ikatan primordial sebagai kategori utamanya. Dengan mekanisme politik identitas yang memiliki tahapan-tahapan seperti:

  • Satu kelompok sosial yang menciptakan stereotip terhadap kehidupan orang lain yang menyimpulkan kelompoknya menjadi korban atau dikorbankan di masa lalu.
  • Proses dialektis oleh kelompok dengan konteks sosial-ekonomi dan struktur kekuasaan, sehingga proses rekonstruksi identitas komunalnya (ancaman terhadap identitas personal).
  • Re-negosiasi identitas komunal dan lebih mendominasi dalam bentuk resistensi.
  • Mengimplementasikan politik identitas dalam politik praktis untuk memperjuangkan kepentingan kelompoknya (resiliensi)

Memakai teori Religiusitas Perdamaian berbasis Pancasila maka sebuah sistem nilai, sistem keyakinan, sistem simbol, dan sistem perilaku manusia yang terstruktur dan terlembaga dan terkait pengalaman iman secara personal, ritual, ideologi, intelektual, dan konsekuensi, yang juga meliputi tindakan, perasaan, dan pengalaman manusia secara individual dalam keheningnan dan kejernihan hubungan dengan yang ilahi maka religiutas merupakan kesadaran sistematis yang mengintegrasikan nilai, doktrin, ritus, serta etika kehidupan personal maupun sosial seseorang dengan yang ilahi. 

Maka manusia dalam ruang publik diperlukan perdamaian positif (penindasan dan kekerasan secara individual maupun struktural dihapuskan). Sehingga dalam mewujudkannya, masyarakat diberdayakan menjadi para pembangun perdamaian (peacebuilders) pemiliki identitas inklusif, lalu Indonesia sudah memiliki Pancasila yang mencakup kesatuan bersifat etis. 

Maka persatuan dan kesatuan Indonesia itu harus dijaga dan dirawat dengan sengaja, dan jangan sampai hancur karena politik identitas yang negatif yang men-tuhan-kan kelompoknya dan menyingkirkan kelompok-kelompok yang lain. 

Kata "Ketuhanan Yang Maha Esa" sebagai titik temu kelompok masyarakat yang menginginkan negara agama dan pemisahan negara dan agama sehingga penekanannya pada diferensiasi dan bukan separation. 

Ketika semua keterkaitan ini diteliti dalam penelitian ilmiah pada konteks Indonesia lebih tepatnya di daerah Yogyakarta, maka respon yang diperlukan adalah program pemberdayaan pada kelompok-kelompok untuk mengurangi dampak politik identitas baik dalam kalangan semua usia, pendidikan, gender, dan afiliasi agama, terlebih terhadap kaum-kaum yang berada di pinggiran (kampung terpencil).

Sehingga dalam pemberdayaan perdamaian diperlukan digitalisasi yang tidak mencakup batasan-batasan dalam ruang dan waktu. 

Hal tersebut juga harus memiliki dampak yang berkelanjutan bagi generasi-generasi penerus dari bangsa Indonesia dengan membangun perdamaian lintas agama dengan berbagai kegiatan: doa lintas iman, live in pemuda lintas iman, kerja sama antarlembaga agama agar keraguan presepsi terhadap politik identitas dapat berkurang, sehingga terwujudnya religiusitas perdamaian pada rasionalitas sosial dan kerjasama kehidupan ditengah masyarakat majemuk.

Begitu juga pemberdayaan pengetahuan terhadap politik identitas pada kaum perempuan melalui program literasi politik dan isu-isu sosial karena tingkat yang lebih tinggi mengafirmasi terdapat pada perempuan, jadi sinergi dan kerja sama lintas sektor dan tingkatan dalam semua ruang lingkup majemuk Indonesia dapat berdampak pada perdamaian positif pada bangsa Indonesia. 




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline