Pertama kali mendengar nama Liem Sioe Liong sebagai salah satu Taipan ( konglomerat) papan atas Indonesia bermula saat berkenalan dengan salah seorang Wartawan Australia ( The Sydney morning Herald) yakni David Jenkins tahun 1984, David sebagai salah seorang penulis dan wartawan peliput handal, banyak menulis dan mengkritik Rezim Soeharto saat itu, lewat berbagai penelusurannya dalam bidang Ekonomi, khususnya Korupsi di Indonesia. David kemudian menyerahkan liputan berita tersebut kepada salah seorang penulis buku dan profesor di Bidang Ekonomi yakni Dr. Richard Robinson, Buku ini kemudian terbit dengan judul Indonesia : Raise of Capital, atau bertumbuhnya kekayaan orang-orang tertentu di Indonesia, saat Soeharto berkuasa saat itu. Buku ini adalah buku yang sangat membahayakan penulis maupun pembacanya saat itu. Bahkan sampai hari inipun buku ini tidak diperkenankan untuk di jual di Indonesia, Tahun 80an hanya kalangan mahasiswa tertentu yang bisa memiliki buku ini, oleh karena jumlahnya sangat terbatas, dan jika kawan-kawan mahasiswa waktu itu ingin membaca buku tersebut, kami harus buat perjanjian dulu diatas kertas segel, dengan isi jika sewaktu-waktu tertangkap oleh rezim Soeharto pemiliknya harus siap mempertanggung jawabkan secara pribadi, dan dilarang keras mengungkapkan dari mana sumber buku tersebut. Praktek Kartel atau monopoli atas kebutuhan hidup orang banyak, merupakan sumber utama bisnis Om Liem dan para sahabatnya, terbentuknya CV Waringin Kencana yang dirancang dengan baik oleh Pak Harto sebagai Presiden Indonesia pada waktu itu membuat bendera Om Liem semakin berkibar dijagat bisnis Indonesia. Zaman orde baru hubungan Liem Sioe Liong dengan Pak Harto ibarat Suami Istri, seluruh pengadaan untuk kebutuhan Pemerintah dan proyek-proyek raksasa, tidak akan pernah lepas dari tangan Om Liem bahkan untuk mobil para Menteri Kabinet Pembangunan Indonesia tidak pernah bergeser dari merek Volvo, karena Importir atau hak pemegang merk Volvo di Indonesia, dipegang oleh IndoMobil group, group yang dimiliki oleh Om Liem. Om Liem, Sudwikatmono, saudara sepupu Presiden Soeharto, bersama Ibrahim Risjad dan Juhar Sutanto diawal tahun 70an mulai merambah berbagai perdagangan kebutuhan pokok di Tanah Air, mereka melakukan praktek perdagangan kotor, mulai dari penyeludupan cengkeh, gula dan berbagai kebutuhan utama saat itu melalui jalur Singapura- Indonesia. Setelah sukses melakukan berbagai bisnis haram, group ini mulai mendirikan Industri utama di Tanah Air, berawal dari Industri semen, tepung terigu, pabrik gula, susu, Perbankan, dan berbagai Industri pendukung untuk memenuhi kebutuhan Industri utama mereka. Indocement selaku pabrik semen baru di Tanah Air, berhasil merajai pasaran semen di Indonesia saat itu, seluruh proyek pembangunan pemerintah diharuskan menggunakan produk Indocement dari Citeureup Bogor. Hal yang sama pun Om Liem dan gang of fournya lakukan dalam memonopoli Industri tepung terigu, PT Bogasari Flour mills yang berlokasi di Pantai utara Jakarta, tepatnya di Ancol, diberikan fasilitas khusus oleh Rezim Soeharto waktu itu dan mungkin juga hingga detik ini, sebagai Importir biji gandum, kemudian diolah menjadi tepung terigu, selanjutnya mereka produksi menjadi bahan mie, tepung roti, bahkan untuk produk Mie Instant Indofood group yang didirikan gang of four ini berhasil merajai puluhan tahun pasar mie Instant sampai hari ini. Semua fasilitas yang super istimewa ini Om Liem dan kawan-kawan bisa dapatkan berkat kepiawaian Pak Harto dalam manajemen money Laundry atas berbagai komisi dari Proyek Pemerintah dengan sebutan Tien ( 10%) persen pada waktu itu, yang tentunya naluri bisnis Om Liem sebagai saudagar dari China yang sudah mapan dengan segala seluk beluk bisinis perdagangan sejak zaman Belanda hingga zaman Jepang di Tiongkok. Liem Sioe Liong puluhan tahun menduduki posisi terkaya orang Indonesia, bahkan pernah dinobatkan oleh Majalah peringkat kekayaan Dunia ( Forbes) masuk dalam posisi 100 orang terkaya di Dunia, Liem adalah merupakan sosok yang tidak bisa disentuh oleh hukum saat itu (Untouchable man) sampai tiba saatnya Rezim Soeharto tumbang, dan Om Liem pun menjadi sasaran amukan massa, rumahnya di daerah Kemayoran habis dijarah massa saat kerusuhan 98, dan semenjak itu Om Liem bermukim di Singapura hingga akhir hayatnya kemarin siang 10 Juni 2012. Satu persatu kelompok pendiri Raksasa kerajaan bisnis hitam Indonesia itu mulai berguguran, Soedwikatmono sudah lebih dulu pergi, Ibrahim Risjad juga telah tiada, dan Kini Om Liem menyusul mereka, hanya Juhar Soetanto atau Tek Kiong (Oey Tek Kiong), yang luput dari pemberitaan media hingga saat ini. Hari ini Group Salim sebagai Kapal Tanker raksasa bisnis Salim Group kehilangan Founding Father atau Bapak Kandung mereka, memang secara umum sudah lama Om Liem menyerahkan tongkat kepemimpinannya kepada anak kesayangannya Antony Salim, maupun menantunya Frans Wawengkang untuk mengelola berbagai bisnis gurita salim group, yang tentunya kepemilikan perusahaan ini masih terus berkongsi dengan keluarga besar Pak Harto baik secara langsung ataupun tidak. Bahkan kedekatan Group Salim dengan petinggi Militer dan para pemimpin Politik hingga saat inipun, masih tetap mesra karena Group Salim sudah lama menjadi ATM bagi penguasa semenjak dari dulu sampai detik ini. Selamat jalan Om Liem semoga anda bisa tenang di dunia sana, banyak orang akan kehilangan atas kepergiaanmu, oleh karena Om Liem telah membuka ribuan lapangan kerja bagi mereka, namun pola bisnis yang Om Liem lakukan dengan penguasa hingga hari ini bukanlah pola bisnis sehat, melainkan Monopoli dan mempergunakan aparat untuk memuluskan bisnis Om Liem, inilah yang kami tentang saat itu. * Sumber photo : Jaringan News.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI