Belakangan ini, pembahasan soal legalisasi kasino di Indonesia mulai mencuat ke permukaan. Beberapa anggota DPR bahkan menyebutkan bahwa pemerintah sebaiknya mempertimbangkan untuk membuka kasino secara legal di wilayah tertentu, sebagai cara untuk menarik devisa, memperluas sektor pariwisata dan yang katanya paling penting, "mengendalikan" praktik judi ilegal yang semakin merajalela.
Sekilas, argumen ini terdengar masuk akal dan menarik untuk dibahas di atas kertas. Tapi, kalau kita tarik napas sejenak dan berpikir lebih dalam, banyak pertanyaan serius yang bisa kita ajukan. Apakah benar melegalkan kasino bisa jadi solusi? Atau justru akan membuka pintu baru bagi kerusakan sosial yang lebih luas?
Pertama, mari kita luruskan satu hal bahwa judi tetaplah judi, apapun bentuknya. Mau dilakukan secara diam-diam di sudut kampung atau di bawah lampu kristal kasino mewah, esensinya tetap sama bertaruh, mengandalkan keberuntungan, mengorbankan uang dan berisiko tinggi menimbulkan kecanduan.
Indonesia sendiri secara hukum masih melarang praktik perjudian. KUHP Pasal 303 menegaskan bahwa perjudian adalah tindak pidana. Dari sisi budaya dan agama, hampir semua agama besar di Indonesia menolak praktik judi dalam bentuk apapun. Jadi ketika muncul wacana legalisasi kasino, tentu saja masyarakat bertanya-tanya "Apa yang sedang negara pikirkan?"
Salah satu pembenaran yang sering digunakan adalah "Lihat dong Singapura dan Makau, mereka legalin kasino dan berhasil kok. Devisa masuk, turis datang dan pemasukan negara bertambah."
Benar demikian, Singapura dan Makau memang legalisasi kasino, tapi konteksnya berbeda jauh dengan Indonesia. Mereka punya sistem hukum yang sangat kuat, pengawasan yang ketat dan tingkat literasi finansial masyarakat yang tinggi. Sedangkan di Indonesia? Data OJK tahun 2024 menunjukkan bahwa literasi keuangan nasional baru 65%. Artinya, hampir setengah rakyat kita belum paham cara mengelola uang dengan bijak.
Jadi, kalo negara justru melegalkan aktivitas yang bisa bikin orang kecanduan secara finansial dan berbahaya secara psikologi, kita sebenarnya sedang menciptakan bom waktu sosial yang bisa meledak kapan saja.
Kalau argumen utama legalisasi kasino adalah pemasukan negara, maka kita perlu lebih kritis lagi. Memang benar bahwa industri judi bisa menghasilkan pajak, tapi jangan lupakan sisi lainnya yaitu pertimbangan sosial budayanya. Riset di banyak negara menunjukkan bahwa judi yang dilegalkan tetap menyisakan masalah di setiap pribadinya, mulai dari utang pribadi, perceraian, depresi, hingga kejahatan terkait uang. Negara mungkin dapat pajak, tapi masyarakat yang menanggung luka.
Kalau memang tujuannya mencari pendapatan, kenapa tidak lebih serius mengembangkan ekonomi kreatif, pariwisata berbasis budaya dan alam, atau investasi sektor hijau? Masih banyak ruang yang bisa digali tanpa harus menormalisasi candu dan mengorbankan rakyat demi pemasukan lebih.
Saya pribadi tidak menutup mata terhadap maraknya judi online yang bahkan sekarang sudah merambah ke anak-anak muda. Tapi solusinya bukan dengan melegalkan bentuk baru perjudian, apalagi yang dilembagakan oleh negara. Itu justru akan mengaburkan garis moral dan hukum yang seharusnya dijaga.
Yang dibutuhkan adalah penegakan hukum yang serius dan tidak tebang pilih, edukasi finansial dan digital ke generasi muda yang rentan akan paparan judi online, kerjasama antar negara untuk memblokir sistem finansial ilegal, perkuat sistem digital dalam negeri.