Lihat ke Halaman Asli

Heritage of Toba: Menyeimbangkan Kenyamanan Wisatawan dan Masyarakat Lokal

Diperbarui: 26 September 2021   00:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto Danau Toba (Doc. Risky  O.Carm)

Wacana pariwisata yang berhembus dengan kencang di Indonesia selama ini menyisakan cukup banyak pertanyaan.

Dua pertanyaan penting yang kerap muncul adalah  apa bentuk pariwisata ideal yang harus ada di Indonesia? Atau  jenis pariwisata macam apa yang hendak digali?

Kesan kuat yang muncul dari iklan-iklan tentang pariwisata kita akhir-akhir ini adalah seputar jalan-jalan lalu selesai.

Misalnya membayangkan berwisata dalam konteks pariwisata ke Danau Toba hanya seputar jalan-jalan dan menikmati apa yang ditawarkan di sana.

Sadar atau pun tidak ada kesamaan hal tentang cara masyarakat kita menikmati sesuatu. Budaya latar hari-hari ini, sangat mempengaruhi bagaimana cara masyarakat menikmati sesuatu.

Budaya latar ini termanifestasi atau mengambil bentuk dalam apa yang kita kenal dengan media sosial.

 Aplikasi media sosial dalam gawai atau ponsel kita terhubung dengan budaya latar ini. Kita kenal dan selalu akrab menggunakan media sosial berupa facebook, whatsapp, instagram, twitter.

Melalui aplikasi media sosial ini cara menikmati menjadi terbatas. Kesan umum yaitu segala sesuatu yang ada di sekitar menjadi bias logika budaya latar ala aplikasi media sosial.

Pariwisata kemudian digenjot berdasarkan logika budaya latar yang berkembang ini. Puncaknya kesuksesan dilihat dengan segala sesuatu yang bernafaskan viral atau tidak viralnya suatu hal yang diwacanakan di media sosial.

Pertanyaan lain yaitu bagaimana dengan Danau Toba sebagai salah satu ikon #wonderful Indonesia ini?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline