Lihat ke Halaman Asli

Julian Abednego Wibisono

Mahasiswa Magister Ilmu Komunikasi Universitas Atma Jaya Yogyakarta

Supremasi dari Inti Kartu Tanda Pengenal Elektronik

Diperbarui: 14 September 2020   01:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Selamat pagi. Mohon kode pemesanan dan KTP untuk tiket penerbangannya, Pak."

"Silahkan membawa KTP yang asli dan fotokopinya nanti siang di kantor imigrasi."

"Cukup dengan membawa KTP, Anda akan mendapat potongan harga sebesar 50%."

Tiga contoh kalimat di atas merupakan kalimat yang biasanya dapat kita temukan ketika melakukan transaksi-transaksi penting seperti mencetak tiket penerbangan di bandara, menjadi persyaratan dalam pembuatan paspor, dan mendapatkan diskon di pusat perbelanjaan tertentu. Tentu dengan adanya KTP, secara tidak langsung kita akan mendapat kemudahan dan kenyamanan pada saat memperlengkapi segala kebutuhan manusia di dunia.

KTP adalah singkatan dari Kartu Tanda Penduduk yang merupakan identitas resmi masyarakat Indonesia yang diterbitkan oleh instansi negara Indonesia yang bernama Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil). Hingga pada detik ini, KTP sudah mengalami sembilan kali perubahan.

Berdasarkan tulisan Adnan (2016), kartu identitas bagi warga negara Indonesia pertama kali diberlakukan di Indonesia sejak zaman penjajahan Belanda pada abad ke-16 yang dikenal dengan sebutan 'Sertifikat Kependudukan'. Pada masa itu, KTP dicetak pada sebuah kertas yang berukuran 15x10 cm, dan biaya administrasi yang harus dibayar sebesar 1,5 gulden atau tahsekitar 9700 rupiah.

Setelah sertifikat tersebut telah terbit, pejabat Hoofd van plaatselijk atau kepala pemerintahan wilayah. Pada awal kemerdekaan negara Indonesia, Sertifikat Kependudukan berganti menjadi Surat Tanda Kewarganegaraan Indonesia. Surat tersebut sebagian dicetak dengan menggunakan mesin ketik dan sebagian lagi masih menggunakan tulisan tangan.

Kartu tersebut berlaku sejak tahun 1945 hingga 1977. Hingga pada tahun 1978, evolusi dari KTP tetap terjadi dikarenakan menyangkut hak dan tanggungjawab pemberi legalitas dan pada akhirnya diseragamkan dengan seluruh daerah-daerah di Indonesia oleh Kepala Urusan Pendaftaran Penduduk.

Secara singkat, dimulai dari tahun 2004, terciptalah KTP Nasional yang terbuat dari plastik serta memerlukan pengawasan dan verifikasi pengesahan dari tingkat RT/RW dan jenjang di atasnya. KTP Nasional sudah dilengkapi dengan tanda tangan, cap sidik jari pemilik, dan nomor serial khusus. Masuk ke tahun 2011, hadirlah KTP Elektronik yang umum dikenal dengan e-KTP. Kartu identitas warga negara Indonesia yang baru ini dilengkapi dengan microchip yang berfungsi sebagai alat penyimpanan data elektronik penduduk termasuk data biometrik seperti sidik jari sehingga sangat ekonomis jika digunakan untuk hal penyelidikan.

Chip tersebut diimplan di antara plastik putih dan transparan pada dua layer teratas di KTP. Chip tersebut memiliki antena yang mengeluarkan gelombang jika mengalami gesekan, kemudian gelombang ini akan terdeteksi oleh alat pendeteksi e-KTP sehingga dapat diketahui apakah KTP tersebut berada pada pemilik aslinya atau tidak (Prihadi, 2017).

Jika diperhatikan dan direfleksikan kehidupan manusia dengan perkembangan zaman yang semakin lama semakin modern, buah dari teknologi masa kini sangat memudahkan pekerjaan manusia serta menambah kenyamanan dan portabilitas dalam menjalani setiap aktivitas. Contoh konkritnya terdapat pada microchip yang ditanamkan ke dalam e-KTP demi memudahkan penggunanya, dan masa berlakunya juga seumur hidup.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline